Rabu, 04 Maret 2015

PENDIDIKAN ISLAM KONTEMPORER

PENDIDIKAN ISLAM KONTEMPORER



Makalah Ini Dibuat Guna Memenuhi Tugas Terstruktur
Mata Kuliah                      : Ilmu Pendidikan Islam
Dosen Pengampu        : M. Ajib Hermawan, M. Si
Oleh :
Wantia Khikmah ( 1123305005)
Nuraeni Marzuki ( 1123305007)
Sarifiani         (1123305026)
Khusnul Umami ( 1123305027)
TAR/ 4 PGMI-A

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI ( STAIN )
PURWOKERTO
2012/2013

PENDAHULUAN

Pendidikan merupakan salah satu kebutuhan pokok dalam kehidupan manusia yang berfikir bagaimana menjalani kehidupan dunia ini dalam rangka mempertahankan hidup  dan penghidupan manusia yang mengemban tugas dari Sang Kholiq untuk beribadah.
Manusia sebagai mahluk yang diberikan kelebihan oleh Allah SWT dengan suatu bentuk akal pada diri manusia yang tidak dimiliki mahluk Allah yang lain dalam kehidupannya, bahwa untuk mengolah akal pikirnya diperlukan suatu pola pendidikan melalui suatu proses pembelajaran.
Berdasarkan undang-undang Sisdiknas No.20 tahun 2003 Bab I, bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Dari pengertian tersebut bahwa pendidikan merupakan upaya yang terorganisir memiliki makna bahwa pendidikan tersebut dilakukan oleh usaha sadar manusia dengan dasar dan tujuan yang jelas, ada tahapannya dan ada komitmen bersama di dalam proses pendidikan itu. Berencana mengandung arti bahwa pendidikan itu direncanakan sebelumnya, dengan suatu proses perhitungan yang matang dan berbagai sistem pendukung yang disiapkan. Berlangsung kontinyu artinya pendidikan itu terus menerus sepanjang hayat, selama manusia hidup proses pendidikan itu akan tetap dibutuhkan, kecuali apabila manusia sudah mati, tidak memerlukan lagi suatu proses pendidikan.
Untuk lebih jelasnya kami akan mengupas lebih mendalam tentang pengertian pendidikan kontemporer,tujuan pendidikan kontemporer, jenis-jenis pendidikan kontemporer,tantangan dalam pendidikan kontemporer, dan problematika dalam pendidikan Islam kontemporer.


PEMBAHASAN

A.    Pengertian Pendidikan Islam Kontemporer

Pendidikan Islam adalah pendidikan yang dipahami dan dikembangkan dari ajaran dan nilai-nilai fundamental yang terkandung dalam sumber dasarnya yaitu Al-Qur’an dan As-sunah.[1] Menurut Mohammad Hamid an- Nasyir dan Kulah Abd Al- Qadir Darwis mendefinisikan pendidikan Islam sebagai proses pengarahan perkembangan manusia (ri’ayah)  pada sisi jasmani, akal, bahasa, tingkah laku,kehidupan social dan keagamaan yang diharapkan pada kebaikan menuju kesempurnaan.[2]
            Pendidikan Islam Kontemporer adalah kegiatan yang dilaksanakan secara terencana dan sistematis untuk mengembangkan potensi anak didik berdasarkan pada kaidah-kaidah agama Islam pada masa sekarang.

B.     Tujuan Pendidikan Islam Kontemporer

Tujuan Pendidikan Islam Kontemporer harus sesuai dengan tujuan pendidikan Nasional yang sesuai dengan UU Sisdiknas 2003 Pasal 1 ayat (2) yakni pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional dan tanggap terhadap tuntutan perubahan zaman.[3]





C.     Jenis –jenis Pendidikan Islam Kontemporer
1.      Pondok pesantren
Pondok pesantren adalah lembaga keagamaan, yang memberikan pendidikan dan pengajaran serta mengembangkan dan menyebarkan ilmu agama Islam. Istilah pondok, mungkin berasal dari kata funduk, dari bahasa arab yang berarti rumah penginapan atau hotel. Akan tetapi di dalam pesantren Indonesia , khusunya pulau jawa, lebih mirip denganpemondokkan dalam lingkungan padepokan, yaitu perumahan sederhana yang dipetak- petak dalam bentuk kamar-kamar yang merupakan asrama santri. Sedangkan istilah pesantren secara etimologis asalnya pe-santri-an yang berarti tempat santri. Santri atau murid mempelajari agama dari seorang Kyai atau Syaikh di pondok pesantren.
Jika mencari lembaga pendidikan yang asli Indonesia  dan berakar kuat dalam masyarakat, tentu akan menempatkan pesantren di tangga teratas. Namun, ironisnya lembaga yang dianggap merakyat ini ternyata masih menyisakan keberbagaian masalah dan diragukan kemampuannya dalam menjawab tantangan zaman, terutama ketika berhadapan dengan arus modernisasi. Untuk mengubah image yang agak miring ini tentunya memerlukan proses yang panjang dan usaha tidak begitu mudah.[4]
Pada taraf ini, pesantren berhadap-hadapan dengan dilema antara tradisi dan modernitas. Ketika pesantren tidak mau beranjak ke modernitas, dan hanya berkutat dan mempertahankan otentisitas tradisi pengajarannya yang khas tradisional, dengan pengajaran yang melulu bermuatan Al-Qur’an dan Al-Hadis serta kitab-kitab klasiknya, tanpa adanya pembaharuan metodologis, maka selama itu pula pesantren harus siap ditinggalkan oleh masyarakat.
Pengajaran Islam tradisional dengan muatan-muatan yang telah disebutkan di muka, tentu saja harus lebih dikembangkan agar penguasaan materi keagamaan anak didik (baca: santri) dapat lebih maksimal, di samping juga perlu memasukkan materi-materi pengetahuan non-agama dalam proses pengajaran di pesantren.

Pondok pesantren yang ideal adalah pondok pesantren yang mampu mengantisipasi adanya pendapat yang mengatakan bahwa alumni pondok pesantren tidak berkualitas. Oleh sebab itu, sasaran utama yang diperbaharui adalah mental, yakni mental manusia dibangun hendaknya diganti dengan mental membangun.

2.      Sekolah Islam Terpadu
Seperti diketahui khalayak umum, sekolah Islam Terpadu (IT) berbasis pada keterpaduan antara ilmu sains dan Islam. Dalam kurikulum dicantumkan Tahfizul Qur’an atau mata pelajaran menghafal Al Qur’an serta sisipan muatan spiritual dalam mata pelajaran umum.
Pendidikan tahfidzul Qur’an tradisional masih diselenggarakan oleh TPA (Taman Pendidikan Al Qur’an).Namun seiring dengan makin tersibuknya siswa siswi SD, SMP, dan SMA membuat mereka tak lagi sempat dan mau pergi ke TPA. Sedangkan untuk menghafal Al Qur’an secara menyeluruh dan khusus harus dilakukan di podok pesantren yang belum mengakomodir kebutuhan mereka memperdalam ilmu sains secara bersamaan. Sedangkan  keluarga pengafal al-qur’an di Indonesia  bisa dihitung dengan jari.
Seiring dengan berjalannya waktu dan pesatnya sekolah berbasis IT maka semakin banyaklah penghafal Al Qur’an (belum taraf seluruhnya, hanya sebagian juz saja). Walaupun begitu sekolah IT mampu mengembalikan budaya menghafal Al Qur’an di tengah masyarakat Indonesia yang lebih mengutamakan dan menghargai pendidikan akademis. Sayangnya kebanyakan siswa sekolah IT tak melanjutkan jenjang yang lebih tinggi di sekolah yang sama, ada yang memilih sekolah negeri karena dipandang lebih memiliki prospek ke depan. Siswa yang meninggalkan bangku sekolah IT memiliki kesulitan dalam memelihara hafalannya karena budaya menghafal al qur’an tidak di bawa ke rumah rumah mereka. Maka tak heran banyak siswa lulusan IT yang menurun jumlah hafalannya padahal pernah menguasai 5 juz lancar diluar kepala.
Terlepas dari hal itu kita harus mengakui pentingnya sekolah IT dalam membumikan Al Qur’an di Indonesia . Perannya sebagai lembaga sekolah formal yang diakui pemerintah dalam hal mutu juga patut menjadi pelajaran bagi sekolah sekolah Islam pada umumnya. Dalam menghadapi era global tentu kebutuhan akan ilmuan yang tak hanya pandai dalam hal akademis tapi juga dalam akhlaq dan spiritualitasnya menjadi kebutuhan yang pokok. Karena teknologi yang berkembang sedemikian pesatnya takkan mampu mengubah peradaban manusia menjadi lebih baik tanpa individu-individu yang memiliki keterpaduan pengetahuan sains dan Islam.
3. Madrasah
Madrasah adalah tempat pendidikan yang memberikan pedidikan dan pengajaran yang berada di bawah naungan Departemen Agama. Yang temasuk kedalam kategori madrasah ini adalah lembaga ibtidaiyah, Tsanawiyah, Aliyah, Mu’allimin, Mu;allimat serya diniyyah.
Madrasah tidak lain adalah kata Arab untuk sekolah, artinya tempat belajar. Istilah madrasah ditanah Arab ditujukan untuk semua sekolah secara umum, namun di Indonesia  ditukan untuk sekolah-sekolah Islam yang mata pelajaran utamanya adalah mata pelajaran agama Islam. Lahirnya lembaga ini merupakan kelanjutan sistem di dunia pesantren yang di dalamnya terdapat unsur-unsur pokok dari suatu psantren. Sedangkan pada sistem madrasah, tidak harus ada pondok, masjid dan pengajian kitab-kitab Islam klasik. Unsur-unsur yang diutamakan di madrasah adalah pimpinan, guru, siswa, perangkat keras, perangkat lunak, dan pengajaran mata pelajaran Islam.
Bertitik tolak dari prinsip madrasah ini, maka pendidikan dan pengajarannya diarahkan untuk membentuk manusia pembangunan yang pancasilais yang sehat jasmani dan rohani, memiliki pengetahuan dan keterampilan, dapat mengembangkan kreatifitas dan penuh tenggang rasa, dapat menyburkan sikap demokrasi, dan dapat mengembagkan kecerdasan yang tinggi dan disertai budi pekerti yang luhur, mencintai bangsanya dan mencintai sesama manusia sesuai dengan ketentuan yang terdapat dalam UUD 1945.
Adapun beberapa ciri dari madrasah adalah:
1.      Lembaga pendidikan yang mempunyai tata cara yang sama dengan sekolah.
2.      Mata pelajaran agama Islam di madrasah dijadiakan mata pelajaran pokok, di samping diberikan mata pelajaran umum[5].

D.    Tantangan dalam Pendidikan Islam Kontemporer
Sistem pendidikan Islam di Indonesia mengalami tantangan yang mendasar, untuk itu diberlakukan upaya pembaharuan yang tanpa henti. Tantangan yang mendasar itu antara lain:
1.      Mampukah sistem pendidikan Islam Indonesia menjadi center of excellence bagi perkembangan iptek yang tidak bebas nilai, yakni mengembangan iptek dengan sumber ajaran Qur’an dan sunah.
2.      Mampukah system pendidikan Islam Indonesia menjadi pusat pembaharuan pemikiran Islam yang benar-benar mampu merespon tantangan zaman tanpa mengabaikan aspek dogmatis yang wajib diikuti.
3.      Mampukah ahli-ahli pendidikan Islam menumbuhkan kepribadian yang benar-benar beriman dan bertaqwa kepada Tuhan lengkap dengan kemammpuan bernalar-ilmiah yang tidak mengenal batas akhir.

E.     Problematika dalam Pendidikan Islam Kontemporer

1.      Faktor Internal
a. Relasi Kekuasaan dan Orientasi Pendidikan Islam
Tujuan pendidikan pada dasarnya hanya satu, yaitu memanusiakan manusia, atau mengangkat harkat dan martabat manusia atau human dignity, yaitu menjadi khalifah di muka bumi dengan tugas dan tanggung jawab memakmurkan kehidupan dan memelihara lingkungan. Tujuan pendidikan yang selama ini diorientasikan memang sangat ideal bahkan, lantaran terlalu ideal, tujuan tersebut tidak pernah terlaksana dengan baik.
Orientasi pendidikan, sebagaimana yang dicita-citakan secara nasional, barangkali dalam konteks era sekarang ini menjadi tidak menentu, atau kabur kehilangan orientasi mengingat adalah tuntutan pola kehidupan pragmatis dalam masyarakat indonesia. Hal ini patut untuk dikritisi bahwa globalisasi bukan semata mendatangkan efek positif, dengan kemudahan-kemudahan yang ada, akan tetapi berbagai tuntutan kehidupan yang disebabkan olehnya menjadikan disorientasi pendidikan. Pendidikan cenderung berpijak pada kebutuhan pragmatis, atau kebutuhan pasar lapangan, kerja, sehingga ruh pendidikan islam sebagai pondasi budaya, moralitas, dan social movement (gerakan sosial) menjadi hilang. [6]
c.   Pendekatan/Metode Pembelajaran
Peran guru atau dosen sangat besar dalam meningkatkan kualitas kompetensi siswa/mahasiswa. Dalam mengajar, ia harus mampu membangkitkan potensi guru, memotifasi, memberikan suntikan dan menggerakkan siswa/mahasiswa melalui pola pembelajaran yang kreatif dan kontekstual (konteks sekarang menggunakan teknologi yang memadai). Pola pembelajaran yang demikian akan menunjang tercapainya sekolah yang unggul dan kualitas lulusan yang siap bersaing dalam arus perkembangan zaman.
Siswa atau mahasiswa bukanlah manusia yang tidak memiliki pengalaman. Sebaliknya, berjuta-juta pengalaman yang cukup beragam ternyata ia miliki. Oleh karena itu, dikelas pun siswa/mahasiswa harus kritis membaca kenyataan kelas, dan siap mengkritisinya. Bertolak dari kondisi ideal tersebut, kita menyadari, hingga sekarang ini siswa masih banyak yang senang diajar dengan metode yang konservatif, seperti ceramah, didikte, karena lebih sederhana dan tidak ada tantangan untuk berfikir.
d.   Profesionalitas dan Kualitas SDM
Salah satu masalah besar yang dihadapi dunia pendidikan di Indonesia sejak masa Orde Baru adalah profesionalisme guru dan tenaga pendidik yang masih belum memadai. Secara kuantitatif, jumlah guru dan tenaga kependidikan lainnya agaknya sudah cukup memadai, tetapi dari segi mutu dan profesionalisme masih belum memenuhi harapan. Banyak guru dan tenaga kependidikan masih unqualified, underqualified, dan mismatch, sehingga mereka tidak atau kurang mampu menyajikan dan menyelenggarakan pendidikan yang benar-benar kualitatif.
e.   Biaya Pendidikan
Faktor biaya pendidikan adalah hal penting, dan menjadi persoalan tersendiri yang seolah-olah menjadi kabur mengenai siapa yang bertanggung jawab atas persoalan ini. Terkait dengan amanat konstitusi sebagaimana termaktub dalam UUD 45 hasil amandemen, serta UU Sisdiknas No. 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional yang memerintahkan negara mengalokasikan dana minimal 20% dari APBN dan APBD di masing-masing daerah, namun hingga sekarang belum terpenuhi. Bahkan, pemerintah mengalokasikan anggaran pendidikan genap 20% hingga tahun 2009 sebagaimana yang dirancang dalam anggaran strategis pendidikan.[7]

2.      Faktor Eksternal
a.      Dichotomic
Masalah besar yang dihadapi dunia pendidikan islam adalah dichotomy dalam beberapa aspek yaitu antara Ilmu Agama dengan Ilmu Umum, antara Wahyu dengan Akal setara antara Wahyu dengan Alam. Munculnya problem dikotomi dengan segala perdebatannya telah berlangsung sejak lama. Boleh dibilang gejala ini mulai tampak pada masa-masa pertengahan. Menurut Rahman, dalam melukiskan watak ilmu pengetahuan islam zaman pertengahan menyatakan bahwa, muncul persaingan yang tak berhenti antara hukum dan teologi untuk mendapat julukan sebagai mahkota semua ilmu.
b.      Too General Knowledge
Kelemahan dunia pendidikan islam berikutnya adalah sifat ilmu pengetahuannya yang masih terlalu general/umum dan kurang memperhatikan kepada upaya penyelesaian masalah (problem solving). Produk-produk yang dihasilkan cenderung kurang membumi dan kurang selaras dengan dinamika masyarakat. Menurut Syed Hussein Alatas menyatakan bahwa, kemampuan untuk mengatasi berbagai permasalahan, mendefinisikan, menganalisis dan selanjutnya mencari jalan keluar/pemecahan masalah tersebut merupakan karakter dan sesuatu yang mendasar kualitas sebuah intelektual. Ia menambahkan, ciri terpenting yang membedakan dengan non-intelektual adalah tidak adanya kemampuan untuk berfikir dan tidak mampu untuk melihat konsekuensinya.
c.       Lack of Spirit of Inquiry
Persoalan besar lainnya yang menjadi penghambat kemajuan dunia pendidikan islam ialah rendahnya semangat untuk melakukan penelitian/penyelidikan. Syed Hussein Alatas merujuk kepada pernyataan The Spiritus Rector dari Modernisme Islam, Al Afghani, Menganggap rendahnya “The Intellectual Spirit” (semangat intelektual) menjadi salah satu faktor terpenting yang menyebabkan kemunduran Islam di Timur Tengah.
d.      Memorisasi
Rahman menggambarkan bahwa, kemerosotan secara gradual dari standar-standar akademis yang berlangsung selama berabad-abad tentu terletak pada kenyataan bahwa, karena jumlah buku-buku yang tertera dalam kurikulum sedikit sekali, maka waktu yang diperlukan untuk belajar juga terlalu singkat bagi pelajar untuk dapat menguasai materi-materi yang seringkali sulit untuk dimengerti, tentang aspek-aspek tinggi ilmu keagamaan pada usia yang relatif muda dan belum matang. Hal ini pada gilirannya menjadikan belajar lebih banyak bersifat studi tekstual daripada pemahaman pelajaran yang bersangkutan. Hal ini menimbulkan dorongan untuk belajar dengan sistem hafalan (memorizing) daripada pemahaman yang sebenarnya. Kenyataan menunjukkan bahwa abad-abad pertengahan yang akhir hanya menghasilkan sejumlah besar karya-karya komentar dan bukan karya-karya yang pada dasarnya orisinal.
e.       Certificate Oriented
Pola yang dikembangkan pada masa awal-awal Islam, yaitu thalab al’ilm, telah memberikan semangat dikalangan muslim untuk gigih mencari ilmu, melakukan perjalanan jauh, penuh resiko, guna mendapatkan kebenaran suatu hadits, mencari guru diberbagai tempat, dan sebagainya. Hal tersebut memberikan isyarat bahwa karakteristik para ulama muslim masa-masa awal didalam mencari ilmu adalah knowledge oriented. Sehingga tidak mengherankan jika pada masa-masa itu, banyak lahir tokoh-tokoh besar yang memberikan banyak konstribusi berharga, ulama-ulama encyclopedic, karya-karya besar sepanjang masa. Sementara, jika dibandingkan dengan pola yang ada pada masa sekarang dalam mencari ilmu menunjukkan kecenderungan adanya pergeseran dari knowledge oriented menuju certificate oriented semata. Mencari ilmu hanya merupakan sebuah proses untuk mendapatkan sertifikat atau ijazah saja, sedangkan semangat dan kualitas keilmuan menempati prioritas berikutnya[8]
PENUTUP

Pendidikan Islam adalah pendidikan yang dipahami dan dikembangkan dari ajaran dan nilai-nilai fundamental yang terkandung dalam sumber dasarnya yaitu Al-Qur’an dan As-sunah. Sedangkan,  Pendidikan Islam Kontemporer adalah kegiatan yang dilaksanakan secara terencana dan sistematis untuk mengembangkan potensi anak didik berdasarkan pada kaidah-kaidah agama Islam pada masa sekarang.
Tujuan Pendidikan Islam Kontemporer harus sesuai dengan tujuan pendidikan Nasional yang sesuai dengan UU Sisdiknas 2003 Pasal 1 ayat (2) yakni pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional dan tanggap terhadap tuntutan perubahan zaman.
Jenis –jenis Pendidikan Islam Kontemporer:
1.      Pondok pesantren
2.      Sekolah Islam Terpadu
3.      Madrasah
Sistem pendidikan Islam di Indonesia mengalami tantangan yang mendasar, untuk itu diberlakukan upaya pembaharuan yang tanpa henti. Tantangan yang mendasar itu antara lain:
1.      Mampukah sistem pendidikan Islam Indonesia menjadi center of excellence bagi perkembangan iptek yang tidak bebas nilai, yakni mengembangan iptek dengan sumber ajaran Qur’an dan sunah.
2.      Mampukah system pendidikan Islam Indonesia menjadi pusat pembaharuan pemikiran Islam yang benar-benar mampu merespon tantangan zaman tanpa mengabaikan aspek dogmatis yang wajib diikuti.
3.      Mampukah ahli-ahli pendidikan Islam menumbuhkan kepribadian yang benar-benar beriman dan bertaqwa kepada Tuhan lengkap dengan kemammpuan bernalar-ilmiah yang tidak mengenal batas akhir.


Problematika dalam Pendidikan Islam Kontemporer
1.      Faktor Internal
a. Relasi Kekuasaan dan Orientasi Pendidikan Islam
      b. Masalah Kurikulum
      c.Pendekatan/Metode Pembelajaran
      d. Profesionalitas dan Kualitas SDM
                  e.Biaya Pendidikan
2.      Faktor Eksternal
a.      Dichotomic
b.      To General Knowledge
c.       Lack of Spirit of Inquiry
d.      Memorisasi
e.       Certificate Oriented
DAFTAR PUSTAKA


Bashori Muchsin, Abdul Wahid. 2009. Pendidikan Islam Kontemporer. Bandung: PT. Refika Aditama
http://caturhadiprasetyo.wordpress.com/2012/05/27/filsafat-pendidikan-pendidikan-islam-kontemporer/
http://insistnet.com/index.php?option=com_content&view=article&id=403:problematika-pendidikan-islam-kontemporer-1&catid=27:mengenal-ahmadiyah&Itemid=28
http://mastertarbiyah1982.wordpress.com/2013/03/07/beginilah-pendidikan-islam-di-indonesia/
Mastuhu. 1999.Memberdayakan Sistem Pendidikan Islam. Jakarta : Logos
Roqib,Moh.2009. Ilmu Pendidikan Islam. Yogyakarta : LKiS Yogyakarta





[1] Bashori Muchsim dan Abdul Wahid, Pendidikan Islam Kontemporer ,(Bandung: PT. Refika Aditama,2009),hal.9.
[2] Moh. Roqib, Ilmu Pendidikan Islam, mengutip dari Mohammad Hamid An Nasyir dan Kulah Abd al- Qadir Darwis (Yogyakarta: PT. LKiS Printing Cemerlang,2009),hal.17.
[3] http://mastertarbiyah1982.wordpress.com/2013/03/07/beginilah-pendidikan-islam-di-indonesia/ diakses pada Rabu pukul 09.00                                                                                                                                                                                                 
[4] http://caturhadiprasetyo.wordpress.com/2012/05/27/filsafat-pendidikan-pendidikan-islam-kontemporer/  di akses pada hari Rabu pukul 09.30
[5] Ibid.
[6]  http://insistnet.com/index.php?option=com_content&view=article&id=403:problematika-pendidikan-islam-kontemporer-1&catid=27:mengenal-ahmadiyah&Itemid=2 diakses pada Rabu pukul 09.45
[7] Ibid.
[8] Ibid 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar