Rabu, 04 Maret 2015

Muzaro'ah, Musaqoh, Mukhabarah

MUZARO’AH, MUSAQOH, MUKHABARAH


Disusun dan Diajukan Guna Memenuhi Tugas Struktur
Mata Kuliah: Fiqh
Dosen Pengampu : Husnul Haq, Lc. M.A

Disusun oleh:
1.      Wantia Khikmah                     (1123305005)
2.      Ruswati                                   (1123305031)
3.      Amelia Rahma Wati                (1423305094)
4.      Febriana Tri Ramadani            (1423305102)
5.      Laras Anis Munjiati                (1423305110)
6.      Maulida Khafidoh                  (1423305112)
7.      Tisa pipin N                             (1423305129)

1 PGMI-C
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN)
PURWOKERTO
2014
BAB I
PENDAHULUAN
Bismillahirrahmanirrahim
Segala puji bagi Allah Tuhan Semesta Alam yang senantiasa mencurahkan Rahmatnya dan karunianya,shalawat serta salam semoga dilimpahkan kepada Nabi Muhammad SAW, keluarga, sahabat, atau seluruh umatnya. Kami bersyukur kepada Ilahi Rabi yang telah memberikan taufik serta hidayahnya kepada kami sehingga makalah yang berjudul “Musaqah,Muzara’ah Dan Mukhabarah” dapat terselesaikan.
Materi dalam makalah ini disusun berdasarkan study pustaka dengan referensi-referensi yang sesuai dengan tujuan agar pada umumnya lebih mengetahui tentang musaqah,muzara’ah, dan mukhabarah.
            Kami menyadari bahwa dalam makalah ini masih banyak kekurangan dan kehilafan, oleh karena itu kepada para pembaca khususnya kami mengharapkan saran dan kritiknya demi kesempurnaan makalah ini.
            Semoga makalah ini bermanfaat bagi para pembaca dan umumnya bagi masyarakat. Amin.

Rumusan Masalah
a.       Apa pengertian Musaqah, Muzara’ah, dan Mukhabarah?
b.      Apa hukum Musaqah, Muzara’ah, Mukhabarah beserta landasan  hukumnya?
Tujuan Penulisan
a.       Memahami apa itu Musaqah, Muzara’ah, dan Mukhabarah
b.      Memahami hukum Musaqah, Muzara’ah, dan Mukhabarah



BAB II
PEMBAHASAN
A.    Musaqah
1.      Definisi musaqah
Menurut bahasa musaqah  diambil dari kata dasar as-saqyu (pengairan). Menurut syara’ musawah adalah kerjasama perawatan tanaman seperti menyirami dsb.[1]Menurut istilah musaqah adalah penyerahan pohon tertentu kepada orang yang menyiramnya dan menjanjikannya, bila sampai buah pohon masak dia akan diberi imbalan buah dalam jumlah tertentu.Menurut ahli fiqih adalah menyerahkan pohon yang telah atau belum ditanam dengan sebidang tanah, kepada seseorang yag menanam dan merawatnya di tanah tersebut (seperti menyiram dan sebagainya hingga berbuah). Lalu pekerja mendapatkan bagian yang telah disepakati dari buah yang dihasilkan, sedangkan sisanya adalah untuk pemiliknya.[2]
Musaqah ialah pemilik kebun yang memberikan kebunnya kepeda tukang kebun agar dipeliharanya, dan penghasilan yang didapat dari kebun itu  dibagi antara keduanya, menurut perjanjian keduanya sewaktu akad.[3]
Akad ini diharuskan (diperbolehkan) oleh agama karena banyak yang membutuhkannya. Memang banyak orang yang mempunyai kebun, tetapi tidak dapat memeliharanya ; sedangkan yang lain tidak memiliki kebun tetapi sanggup bekerja. Maka dengan adanya peraturan ini keduanya dapat hidup dengan baik, hasil negara pun bertambah banyak, dan masyarakat bertambah makmur.
Musaqah hukumnya jaiz (boleh), hal ini berdasarkan hadits Nabi SAW :
عَنِ ابْنِ عُمَرَرَضِيَ الله ُعَنْهُمَاأَنَّ النَّبِيَّ ص م عَامَلَ أَهْلَ خَيْبَرَ بِشَرْطٍ مَا يَخْرُجُ مِنْهَا مِنْ
ثَمَرٍأَوْزَرْعٍ  
(متفق عليه
Dari ibnu Umar ra. “bahwasanya Nabi SAW telah mempekerjakan penduduk Khaibar dengan syarat akan diberi upah separuh dari hasil tanaman atau buah-buahan yang keluar dari lahan tersebut” (HR. Muttafaq Alaih)[4]
2.      Rukun dan Syarat Musaqah
a.       Rukun Musaqah ada lima yakni[5],:
a). Pemilik kebun dan petani penggarap (Saqi).
b). Pohon atau tanaman dan kebun yang dirawat.
c). Pekerjaan yang dilaksanakan baik waktu, jenis dan sifat
pekerjaannya.
d). Pembagian hasil tanaman atau pohon.
e). Akad, baik secara lisan atau tertulis maupun dengan isyarat[6]
b.      Syarat Musaqah
a)      Pohon atau tanaman yang dipelihara harus jelas dan dapat dilihat.
b)       Waktu pelaksanaan musaqah harus jelas, misalnya: setahun, dua tahun atau sekali panen atau lainnya agar terhindar dari keributan di kemudian hari.
c)      Akad Musaqah yang dibuat hendaknya sebelum nampak buah atau hasil dari tanaman itu.
d)     Pembagian hasil disebutkan secara jelas[7]
3.      Masa berakhirnya Musaqah
Akad musaqah akan berakhir apabila :
a. Telah habis batas waktu yang telah disepakati bersama.
b. Petani penggarap tidak sanggup lagi bekerja.
c. Meninggalnya salah satu dari yang melakukan akad


4.      Macam macam Musaqah
Musaqah ada 2 macam, yaitu :
a)      Musaqah yang bertitik tolak pada manfaatnya, yaitu pada hasilnya berarti pemilik tanah (tanaman) sudah menyerahkan kepada yang mengerjakan segala upaya agar tanah (tanaman) itu membawa hasil yang baik.
b)      Musaqah yang bertitik tolak pada asalnya (cuma mengairi), yaitu mengairi saja, tanpa ada tanggung jawab untuk mencari air. Maka pemiliknyalah yang berkewajiban mencarikan jalan air, baik dengan menggali sumur, membuat parit, bendungan, ataupun usaha-usaha yang lain.
5.      Hikmah musaqoh
a.   Menghilangkanbahayakefaqirandankemiskinan,dengandemikianterpenuhisegalakekurangandankebutuhan.
b.  Bagi pemilik kebun sudah tentu pepohonannya akan terpelihara dari kerusakan dan akan tumbuh subur karena dirawat
c.   Terciptanyasalingmemberimanfaatantarakeduabelahpihak (sipemiliktanahdanpetanipenggarap).
d.  Bagipemiliktanahmerasaterbantukarenakebunyadapatterawatdanmenghasilkan.
e.   Di sampingitu, kesuburantanahnyajugadapatdipertahankan[8]
B.     Muzara’ah dan Mukhabarah
1.      Definisi muzara’ah dan mukhabarah
Menurut bahasa muzara’ah artinya penanaman lahan. Menurut istilah muzara’ah adalah suatu usaha kerjasama antara pemilik sawah atau ladang dengan petani penggarap yang hasilnya dibagi menurut kesepakatan, dimana benih tanaman dari si Pemilik tanah.[9]
Muzara’ah dan Mukhabarah menurut Author Nailul mempunyai pengertian yang sama, yaitu kerja sama antara pemilik sawah atau tanah dengan penggarapnya, namun yang dipersoalkan di sini hanya mengenai bibit pertanian itu. Mukhabarah bibitnya berasal dari pemilik lahan, sedangkan muzara’ah bibitnya dari petani.[10]
Mukhabarahialahmengerjakantanah (orang lain) sepertisawahatauladangdenganimbalansebagianhasilnya (seperdua, sepertigaatauseperempat). Sedangkanbiayapengerjaandanbenihnyaditanggung orang yang mengerjakan.[11]
Sedangkan mukhabarah adalah kerjasama antara pemilik sawah atau ladang dengan petani penggarap yang hasilnya akan dibagi menurut kesepakatan kedua belah pihak, dimana benih tanaman dari petani penggarap.[12]
2.      Rukun dan Syarat Muzara’ah dan Mukhabarah
a.       Rukun Muzara’ah dan Mukhabarah
1). Pemilik dan penggarap sawah.
2). Sawah atau ladang.
3). Jenis pekerjaan yang harus dilakukan.
4). Kesepakatan dalam pembagian hasil (upah).
5). Akad (sighat)[13]
b.      Syarat Muzara’ah dan Mukhabarah
1). Pada muzara’ah benih dari pemilik tanah, sedangkan pada mukhabarah benih daripenggarap.
2). Waktu pelaksanaan muzara’ah dan mukhabarah jelas.
3). Akad muzara’ah dan mukhabarah hendaknya dilakukan sebelum pelaksanaan pekerjaan.
4). Pembagian hasil disebutkan secara jelas[14]
3.      Macam-MacamMuzara’ah
Ada 4 macam bentuk muzara’ah:
a)      Tanah dan bibit berasal dari satu pihak sedangkan pihak lainnya menyediakan alat juga melakukan pekerjaan. Pada jenis yang pertama ini hukumnya diperbolehkan. Status pemilik tanah sebagai penyewa terhadap penggarap dan benih berasal dari pemilik tanah, sedangkan alatnya berasal dari penggarap.
b)      Tanahdisediakansatupihak, sedangkanalat, bibit, danpekerjaannyadisediakanolehpihak lain. Hukumpadajenis yang keduainijugadiperbolehkan. Disinipenggarapsebagaipenyewaakanmendapatkansebagianhasilnyasebagaiimbalan.
c)      Tanah, alat, danbibitdisediakanpemilik, sedangtenagadaripihakpenggarap. Bentukketigainihukumnyajugadiperbolehkan. Status pemiliktanahsebagaipenyewaterhadappenggarapdengansebagianhasilnyasebagaiimbalan.
d)     Tanah danalatdisediakanolehpemilik, sedangkanbenihdanpekerjaandaripihakpenggarap.
C.     Dasar hukum Muzaro’ah, Musaqoh, Mukhabarah
a.       Dalil musaqoh
-          Dari Ibnu ‘Umar Radhiyallahu 'anhuma:
أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَامَلَ أَهْلَ خَيْبَرَ عَلَى مَا يَخْرُجُ مِنْهَا مِنْ ثَمَرٍ أَوْ زَرْعٍ.

Bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam menyuruh penduduk Khaibar untuk menggarap lahan di Khaibar dengan imbalan separuh dari tanaman atau buah-buahan hasil garapan lahan tersebut.”
-          Dari Abu Hurairah Radhiyallahua'nhu, iaberkata:

قَالَتِ َاْلأَنْصَارُ لِلنَّبِيِّ: صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اقْسِمْ بَيْنَنَا وَبَيْنَ إِخْوَانِنَا النَّخِيلَ قَالَ لاَ فَقَالُوا تَكْفُونَا الْمَئُونَةَ وَنَشْرَكْكُمْ فِي الثَّمَرَةِ قَالُوا: سَمِعْنَا وَأَطَعْنَا.

Orang-orang Anshar berkatakepadaNabiShallallahu 'alaihiwasallambagilahpohonkurmaantara kami dansahabat-sahabat kami.Beliaumenjawab, ‘Tidak.’Makamerekaberkata, ‘Kalian yang merawatnyadan kami bagibuahnyabersama kalian.’Maka, merekamenjawab, ‘Kami mendengardan kami taat.
Dasar Hukum
a.       Dalil musaqah
            Dasar hukum yang digunakan para ulama dalam menetapkan hukum musaqah adalah:
a)      Dari Ibnu Umar: “Sesungguhnya Nabi SAW. Telah memberikan kebun kepada penduduk khaibar agar dipelihara oleh mereka dengan perjanjian mereka akan diberi sebagian dari penghasilan, baik dari buah – buahan maupun dari hasil pertahun (palawija)” (H.R Muslim).
b)      Dari Ibnu Umar: ” Bahwa Rasulullah SAW telah menyerahkan pohon kurma dan tanahnya kepada orang-orang yahudi Khaibar agar mereka mengerjakannya dari harta mereka, dan Rasulullah SAW mendapatkan setengah dari buahnya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
b.      DalilMuzara’ah
-          Hadist yang diriwayatkanolehIbnu Umar:
جرخيامرطشبربيخلهألماعملسوهيلعللهالصىبنلانأرمعنبإنع
34عرزوأمثنماهنم
Artinya:”Dari Ibnu Umar berkata “Rasullullah memberikan tanah Khaibar kepada orang-orang Yahudi dengan syarat mereka mau mengerjakan dan mengolahnya dan mengambil sebagian dari hasilnya”.

-          Hadist yang diriwayataknoleh Imam BukhoridariAbdillah
Dari Abdullah RA berkata: Rasullah telah memberikan tanah kepada orang Yahudi Khaibar untuk di kelola dan ia mendapatkan bagian (upah) dari apa yang dihasilakn dari padanya.”
-          Hadist-hadisttersebut di atasmenunjukanbahwasannyabagihasilMuzara’ahdiperbolehkan, karenaNabi SAW sendiripernahmelakukannya
Dalil Mukhabarah
عَنْ رَافِعِ بْنِ خَدِيْجِ قَالَ كُنَّااَكْثَرَاْلاَنْصَارِ حَقْلاً فَكُنَّا نُكْرِىاْلاَرْضَ عَلَى اَنَّ لَنَا هَذِهِ فَرُبَمَا أَخْرَجَتْ هَذِهِ وَلَمْ تُخْرِجْ هَذِهِ فَنَهَانَاعَنْ ذَلِكَ
Artinya:Berkata Rafi’ bin Khadij: “Diantara Anshar yang paling banyak mempunyai tanah adalah kami, maka kami persewakan, sebagian tanah untuk kami dan sebagian tanah untuk mereka yang mengerjakannya, kadang sebagian tanah itu berhasil baik dan yang lain tidak berhasil, maka oleh karenanya Raulullah SAW. Melarangparoandengancarademikian.(HR.Bukhari)
عَنْ اِبْنِ عُمَرَاَنَّ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَامَلَ أَهْلَ خَيْبَرَ بِشَرْطِ مَايَخْرُجُ مِنْهَا مِنْ ثَمَرٍ اَوْزَرْعٍ (رومسلم)
Artinya:
Dari Ibnu Umar: “SesungguhnaNabi SAW. Telahmemberikankebunkepadapendudukkhaibar agar dipeliharaolehmerekadenganperjanjianmerekaakandiberisebagiandaripenghasilan, baikdaribuah – buahanmaupundarihasilpertahun (palawija)” (H.R Muslim)
DasarHukum
Dasar hukum yang digunakan para ulama dalam menetapkan hukum mukhabarah dan muzara’ah adalah:
b.    Hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Nuslim dari Ibnu Abbas r.a.
“Sesungguhnya Nabi Saw. menyatakan, tidak mengharamkan muzara’ah, bahkan beliau menyuruhnya, supaya yang sebagian menyayangi sebagian yang lain, dengan katanya, barangsiapa yang memiliki tanah, maka hendaklah ditanaminya atau diberikan faedahnya kepada saudaranya, jika ia tidak mau, maka boleh ditahan saja tanah itu.
c.    Dari Ibnu Umar: “Sesungguhnya Nabi SAW. Telah memberikan kebun kepada penduduk khaibar agar dipelihara oleh mereka dengan perjanjian mereka akan diberi sebagian dari penghasilan, baik dari buah – buahan maupun dari hasil pertahun (palawija)” (H.R Muslim).
d.   Imam Al-Bukhari berkata, Qais bin Muslim telah berkata dari Abu Ja’far, Ia berkata, tidaklah di Madinah ada penghuni rumah hijrah kecuali mereka bercocok tanam dengan memperoleh sepertiga atau seperempat (dari hasilnya), maka Ali, Sa’ad bin Malik,’Abdullah bin Mas’ud ,’Umar bin Abdul Aziz, Al-Qasim bin Urwah , keluarga Abu Bakar, keluarga Umar, keluarga Ali, dan Ibnu Sirin melakukan Muzaraah (HR.Bukhari).
e.    Imam Ibnul Qayyim berkata : kisah Khaibar merupakan dalil kebolehan Muzara’ah dan Mukhabarah, dengan membagi hasil yang diperoleh antar pemilik dan pekerjanya, baik berupa buah buahan maupun tanaman lainnya. Raulullah sendiri bekerja sama dengan orang-orang Khaibar dalam hal ini. Kerja sama tersebut berlangsung hingga menjelang wafat Beliau, serta tidak ada nasakh yang menghapus hukum tersebut. Para Khulafaur rasyidin juga melakukan kerja sama tersebut. Dan ini tidak termasuk dalam jenis mu’ajarah (mengupah orang untuk bekerja) akan tetapi termasuk dalam musyarakah (kongsi/kerjasama), dan ini sama seperti bagi hasil.
Aqad musaqah, muzara’ah, dan mukhabarah telah disebutkan di dalam hadits yang menyatakan bahwa aqad tersebut diperbolehkan asalkan dengan kesepakatan bersama antara kedua belah pihak dengan perjanjian bagi hasil sebanyak separo dari hasil tanaman atau buahnya.
Dalam kaitannya hukum tersebut, Jumhurul Ulama’ membolehkan aqad musaqah, muzara’ah, dan mukhabarah, karena selain berdasarkan praktek nabi dan juga praktek sahabat nabi yang biasa melakukan aqad bagi hasil tanaman, juga karena aqad ini menguntungkan kedua belah pihak. Menguntungkan karena bagi pemilik tanah/tanaman terkadang tidak mempunyai waktu dalam mengolah tanah atau menanam tanaman. Sedangkan orang yang mempunyai keahlian dalam hal mengolah tanah terkadang tidak punya modal berupa uang atau tanah, maka dengan aqad bagi hasil tersebut dan menguntungkan kedua belah pihak.
BAB III
PENUTUP
Berdasarkan pemaparan makalah diatas, dapat disimpulkan bahwa Musaqah ialah pemilik kebun yang memberikan kebunnya kepeda tukang kebun agar dipeliharanya, dan penghasilan yang didapat dari kebun itu  dibagi antara keduanya. Hukumnya boleh. Sedangkan Muzara’ah dan Mukhabarah menurut Author Nailul mempunyai pengertian yang sama, yaitu kerja sama antara pemilik sawah atau tanah dengan penggarapnya, namun yang dipersoalkan di sini hanya mengenai bibit pertanian itu. Mukhabarah bibitnya berasal dari pemilik lahan, sedangkan muzara’ah bibitnya dari petani.
Jumhurul Ulama’ membolehkan aqad musaqah, muzara’ah, dan mukhabarah, karena selain berdasarkan praktek nabi dan juga praktek sahabat nabi yang biasa melakukan aqad bagi hasil tanaman, juga karena aqad ini menguntungkan kedua belah pihak.
DAFTAR PUSTAKA

Abdul rahman ghazaly, dkk. Fiqh muamalah, jakarta: kencana prenada media group, 2010

http://gurat26.blogspot.com/2014/01/makalah-musaqah-muzaraah-mukhabarah.html, 2014

Aziz. https://azizpwd.wordpress.com/2010/05/31/musaqoh-muzaroah-dan-mukhabarah/,2010

http://gurat26.blogspot.com/2014/01/makalah-musaqah-muzaraah-mukhabarah.html

Nailul Author, http://nailulauthor99.blogspot.com/p/musaqah-muzaraah-dan-mukhabarah.html

Ulya Wiziy. http://dawaulqolbi-dawaulqolbi.blogspot.com/2013/12/rpp-fiqih-mudharabah-musaqah-muzaraah.html, 2013

Wahbah zuhaili, fiqh imam syafi’i 2, jakarta: PT. Niaga swadaya, 2010



[1] Wahbah Zuhaili. Fiqh Islam Syafi’i 2. Hal 289
[2]http://gurat26.blogspot.com/2014/01/makalah-musaqah-muzaraah-mukhabarah.html
[3] Sulaiman Rasjid. 2010. Fiqh islam. Bandung:  Sinar Baru Algensindo. Hal 300
[4] Aziz. https://azizpwd.wordpress.com/2010/05/31/musaqoh-muzaroah-dan-mukhabarah/ diakses pada tanggal 9 Des 2014 pukul 14. 05
[5] Sulaiman Rasjid. 2010. Fiqh islam. Bandung:  Sinar Baru Algensindo. Hal. 301
[6] Ibid.
[7] Aziz. https://azizpwd.wordpress.com/2010/05/31/musaqoh-muzaroah-dan-mukhabarah/
[10]Author  NailulMusaqah, Muzara'ah, Dan Mukhabarah. http://nailulauthor99.blogspot.com/p/musaqah-muzaraah-dan-mukhabarah.html. Diakses pada 25 november 2014, pukul  15:42
[12] Sulaiman Rasjid, Fiqh islam,( Bandung:  Sinar Baru Algensindo, 2010), hal 302.
[13]Aziz, diakses pada tanggal 26 November 2014 pukul 13:45
[14]Ulya Wiziy. diakses pada 9 des 2014 pukul 14.11

Tidak ada komentar:

Posting Komentar