Rabu, 13 Maret 2013

^_~




Disaat pandangan mata
Tak dapat lagi menembus jiwa
Akankah hari itu akan ada?
Bisakah waktu membuang semua kenangan
Kapan hari itu datang?
Perasaan selalu bergetar..
Ketika mataku bertemu dengan matamu
Kuharap..
Aku bisa wajar..
Dan bersikap biasa saja..

Senin, 11 Maret 2013

bukankah begitu, tuhan?

tuhan, kau yg lebih tau tentang aku..
jangan biarkan air mataku terus menetes di hati tuhan..
ketika aku mempertanyakan ini semua, apakah Engkau telah menyiapkan segalanya..
kenapa harus aku?
engkau yg lebih tau segalanya tentangku, tentang persaanku, tentang semua mimpi-mimpi dan harapan-harapanku bersama dia..
tapi kenapa?
kenapa aku harus menghianati kenyataan yg ada?
ketika eksistensi mulai kuragukan, kenapa aku yg harus jadi korban?
aku hanya ingin sesuatu yg nyata, sesuatu yg nggak dibuat*, nggak pura*, tuhan..
kenapa?
apa diamku belum cukup?
berapa lama lagi aku harus diam?
berapa lama lagi aku harus bersikap tak menghirauan?
berapa lama lagi aku harus tertekan?
berapa lama lagi aku harus berkorban?
berapa lama lagi aku selalu pasrah?
berapa lama lagi aku harus pura* tak peduli?
berapa lama lagi aku tetap jutek dan wajar?
berapa lama lagi aku harus selalu tersenyum?
Berapa lama lagi semua ini akan meledak?
tuhan, aku sadar aku punya jiwa pemberontak..
tapi, ijinkan aku mengajukan sesuatu..
sesuatu yg harusnya tidak perlu kuberi tahu yg sudah tentu Engkau tahu, bukankah begitu tuhan?

kepingan puzzle yang lupa ku ambil

penyesalan selalu datang terlambat,
hawa dingin datang setelah angin berhembus..
panas terasa saat matahari membahang..
sakit akan terasa bila terluka..
saat aku mulai membela diri, nantinya siapa yang akan aku bela?
Orang dapat dan mampu membohongi orang lain,
tapi
bagaimana mungkin aku membohongi diriku sendiri???
dengan kata tidak' yg terlontar setiap malam..
bagaimana aku harus berhatan..
dimana aku harus berhenti?
beri aku satu titik yang pasti..
setelah itu,
aku akan berdiri disana dan mengamatimu dg baik..
tolong..
dengarkan apa yg tak pernah kamu dengar..
danlihatlah aku seperti kamu yg tak pernah terlihat..
waktu takkan kembali bukan?
jangan lakukan hal yg sama dan membuatku ingin berlari..
menjauh..
menjauh pergi dari kehidupan yang kau buat GILA ini..
semua cerita...
kembali padamu...
dan aku...
hanya bisa diam di sudut kamar yg sekarang trlihat usang dan tak bercahaya..
kembalikan warna jingga dilangit hatiku yg terlah kau curi bersama waktu..
dan akhirnya...
selalu kamu yg tak pernah bisa kembali..

Yang Terluka Karena Kita








Terlihat sepatu hitam berkaos kaki putih berjalan tegap melewati keramik-keramik yang terlihat seperti rumah sakit. Berjalan pelan tapi pasti hingga melewati lorong panjang yang menghubungkan kelas IPA dan bahasa. Masih perlu beberapa belokan sebelum kantin dia berhenti. Diliriknya papan kayu bertulis IPS_2.
Seseorang bersepatu hitam itu tersenyum dan melambaikan tangan kepada tiga sahabatnya. Sahabat yang selalu menemaninya dalam keadaan apapun, bahkan saat hal terGILApun mereka bertiga setia menemani seseorang bersepatu hitam itu.
“Al…” sapa Panji disusul dengan Arfah dan Adi
Mereka berempat berjalan menuju kantin. Dengan penuh percaya diri Panji menggoda cewek yang sedang duduk sendirian. Cewe itu tersenyum malu dan keempat cowo itu tertawa. Arfah bangkit, berjalan dan memesan makanan.
“Empat mangkok bakso plus es teh nggak pake lama” kata Arfah pada mbak mbak penjaga kantin sambil tersenyum.
Meja kayu panjang berwarna coklat tua menjadi furniture pokok di kantin. Mereka berempat sedang sibuk membicarakan persiapan pertandingan sepa bola persahabatan antar sekolah sambil sesekali melahap makanannya. Dari mulai A sampai Z tak ada satupun yang terlewat dibicarakan.
Obrolan mereka buyar saat ada kakak kelas yang kecantikannya keterlauan lewat didepan meja mereka. Cewe itu tersenyum ramah dan berjalan berlalu dari ke empat cowo yang tak berkedip sama sekai sedari tadi.
Sosok cewe itu sudah tak terlihat, tapi Al masih terbengong. Al mulai membayangkan yang tidak-tidak. Membayangkan Al berjalan bersama cewe yang baru dilihatnya dan berkenalan, ngajak jalan, dan jadian.
“Woii, nglamun terus! Orangnya udah nggak ada” sergah Panji membuyarkan lamunan Al pada gadis yang baru saja dilihatnya.
Diantara ke empat cowo keren itu, Al dan panji yang akrab dan terlihat paling kompak. Seperti saudara kandung tapi tak jarang terlihat bagai kucing dan anjing.
Sepulang sekolah, seperti biasa mereka tongkrongan bareng di ruang Osis. Bukan merencanakan kegiatan tapi pada ngrumpi sambil ngemil. Terutama Arfah yang badannya paling subur. Bisa dilihat didalam tasnya tersedia aneka macam makanan seperti Alfamart berjalan.
“Guys, kalian tau Eva nggak?” Tanya Panji serius
“Eva siapa? Yang satu kelas bareng Al?” jawab Arfah antusias
“Iya, Eva nita sari. Kayaknya aku naksir berat sama dia” sambung Panji lebih bersemangat
“Suruh Al aja yang PDKT sama cari cari info lengkap tentang Eva” usul Adi tak mau ketinggalan
“Nanti disamber Al sekalian” ucap Panji terkekeh, dan mereka ber empat tertawa
Eva gadis yang baik hati dan komunikatif. Berwajah oval nan menawan, Senyumnya mampu merontokkan bunga setaman. Dengan potongan segi sasak sepinggang membuat Eva tampak sederhana dan tidak sombong.
Keseharian Al hanya sibuk mencari informasi mengenai kakak kelas yang pernah dilihatnya sekali waktu di kantin. Setelah beberapa kali survey dan melakukan penelitian sambil wawancara sana-sini secara intensif. Al memperoleh hasil akhir dan menyimpulkan yang mampu membuatnya terbang. Bahwa kakak kelas yang pernah ditemuinya waktu itu bernama lengkap Adelia rahma, suka sekali makan singkong keju dan hobi mengoleksi barang-barang berbentuk Doraemon. Anak pertama dari dua bersaudara dan hobi main Bulu tangkis.
Pendekatan-pun mulai digerakkan, serta dorongan dari ketiga teman gilanya membuat Al pantang menyerah. Sebenarnya Panji sedikit protes karena Al dianggap cowo abnormal yang otaknya sedikit nggak beres, Naksir sama cewe yang lebih tua. Menurutnya itu menjadi sebuah kelainan yang akut. Kenapa nggak naksir sama emak-emak sekalian biar menghasilkan duit. Hal ini sempat membuat Al dan Panji berantem persis Tom and Jerry. Arfah dan Adi Cuma geleng-geleng kepala tak mau melerai karena dianggap sudah biasa.
Dengan sikap Rahma yang welcome terhadap siapapun membuat Al mudah masuk dalam kehidupannya. Al suka secara sengaja menaruh singkong keju kedalam tas Rahma dengan selembar kertas bertuliskan semangat tak lupa nama Al pun ikut mejeng dikertas itu. Hampir setiap hari selalu begitu. Dengan uang jajan yang pas-pasan Al dibela-belain nggak main futsal demi membelikan makanan Rahma setiap hari.
Kedekatan yang sudah mulai berjalan lancar disalah artikan oleh Al. Al mengira Rahma memberi lampu hijau untuk menjadi kekasihnya. Setiap hari Al selalu mengantar jemput Rahma persis seperti tukang ojek. Tapi karena cinta apapun terkadang tak masuk akal.
“Al sekarang jarang ikut latihan semenjak deket sama Rahma” kata Panji yang dari awal kurang setuju dengan Al
“Namanya juga cinta Nji, kita sampai dilupain” sambung Adi yang mulai sejalan dengan Panji
“Boro-boro latihan. Rapat Osis pun udah nggak pernah kelihatan. Sebentar lagi kan masa kepengurusan kita berakhir.” Arfa ikut menambahkan
Hanya karena cewe Al berubah. Panji, Arfa dan Adi merasa tak dianggap. Al juga jarang menyapa mereka. Menurut mereka Al lebih mementingkan egonya sendiri disbanding sahabat-sahabatnya.
“Nji mendingan ntar kamu mapir kerumah Al. ajak bicara dia, kan kamu yang paling dekat sama Al dibanding kita-kita” usul Adi yang terlihat sedikit bijak ketimbang yang lainnya.
Panji menjawab dengan anggukan kepala. Dan mereka siap-siap menuju lapangan hijau untuk bermain sepak bola. Padahal dulu, bagi Al bola adalah segalanya. Tapi sekarang bagi Al Rahma jauh lebih penting dari bola, Rahma akan menjadi masa depannya.
“Ma, aku mau ngomong sesuatu” ucap Al penuh keringat dingin seusai nonton bareng rahma
“Kenapa Al? mukanya serius banget” jawab Rahma pendek
Al malah makin tegang, pernafasannya menjadi tak teratur, jantungnya berpacu lebih cepat. Kemudian Al menarik nafas panjang, dan memegang tangan Rahma. Rahma sedikit bingung dan kaget
“Al….” sapa Rahma kembali
Al mengumpulkan kekuatan, Al yakin ini waktu yang tepat. Atau mungkin kurang tepat. Baginya entah sekarang, besok, atau kapanpun ia akan mengucapkan kalimat yang sama.
“Ma, selama ini kita udah saling dekat kan? Aku rasa ini waktu yang tepat. Sebenarnya..”
“sebenarnya..?” ulang Rahma
“Sebenarnya aku dari dulu, sejak aku melihatmu pertama kali saat dikantin. Perasaanku tetap sama. Bahwa aku mencintai kamu. Kamu mau nggak jadi pacar aku, dan kita coba lewati hidup bersama sebagai sepasang kekasih?” kata Al lega dan tegang menunggu jawaban rahma
“Nggak bisa Al” jawab Rahma kemudian
Persendian Al jadi lemas, tak berdaya. Tulang-tulangnya ikut patah bersamaan dengan hatinya yang tiba-tiba pecah
“Kenapa?” Tanya al penasaan
“Maaf Al, tapi aku lebih suka sama orang yang lebih dewasa di banding aku”
“Umur lebih tua bukan berarti lebih dewasa kan?” protes Al yang merasa perjuangannya selama ini sia-sia
“Sekali lagi maaf Al, tapi kamu masih boleh jadi temen aku kok”
Al terdiam dan secara otomatis balik badan dan meninggalkan Rahma sendirian di Bioskop. Al ingin marah, tapi pada siapa dia harus marah? Al mengambil motornya diparkiran dan melaju menuju lapangan. Tempat ternyaman untuk melampiaskan semua ekspresi perasaannya. Dengan berteriak sekeras mungkin.
Al kembali menekuni kegiatannya bersama tiga sahabat sejatinya sebelum sempat Panji berbicara. Kesehariannya kembali seperti dulu, kumpul di ruang Osis dan main sepak bola, malamnya main futsal dengan teman-teman seTimnya.
Panji merasa gerah dengan sikap Al belakangan ini, jika butuh ia datang padanya dan jika bosan pergi seenaknya yang Al mau. Al sebenarnya merasa bersalah, sudah menomor satukan Rahma dan mengesampingkan sahabatnya yang selalu ada untuknya. Al mengambil jaket warna hitam yang dia buat kembaran bersama tiga sahabatnya.
“Al gimana kalo kamu makcomblangin aku sama Eva?” tungkas Panji tanpa basa-basi
Al masih sibuk mengunyah batagor yang baru dibelinya, kemudian menyungging senyum tanpa dosa.
“Boleh, imbalannya apa?” tawar Al meledek
Seketika muka Panji menjadi merah, sedikit kesal karena Al tak benar-benar serius mau membantunya.Afrah dan Adi hanya terdiam mendengar Al dan Pandi debat kusir masalah cewe.
“Beb, ntar sore jalan yukk?” Tanya viona pacar adi yang tiba-tiba muncul didepan mereka
“Ntar sore ada latihan bola buat lomba beb, gimana dong” sela adi yang merasa tak ada waktu untuk berduaan
“ihh tu kan, aku diselingkuhin sama bola” jawab Viona sedikit sewot yang merasa dinomor duakan setelah bola
“Hahaha, cemburu sama bola vi? Hajar aja tuh adi” kata Arfah menyerobot.
Vionapun diam kemudian berlalu dari hadapan mereka berempat.
Halaman yang tadinya terang, tiba-tiba menjadi kabur di matanya, nafasnya mulai naik turun, jantungnya berdetak dengan sangat cepat, terjadi kontraksi otot di tubuhnya dengan dasyat yang membuatnya jatuh dan tumbang, badannya kejang-kejang, terlihat aneh, dan semua mata detik itu juga tertuju padanya.
Semua orang yang tengah asik bermain dilapangan sontak langsung memburu sosok gadis yang tumbang. Panji langsung mengambil alih komando membopong gadis itu. Panji sangat cemas dan mengkhawatirkannya.
Panji tergesa-gesa meletakkan gadis itu diruang UKS disekolahnya, dilihatnya lekat-lekat wajah gadis itu.
“Nji kamu dipanggil pak teguh tuh! Eva biar aku yang jagain” ucap Al tulus
“Titip Eva ya Al” kata Panji akhirnya sambil berlalu meninggalkan ruang UKS menuju lapangan
Eva mulai membuka mata, dilihatnya seorang pria yang sangat dikenalinya. Teman sekelasnya yang ia cintai dalam diamnya. Eva hanya tersenyum
“Kamu tadi pingsan Va” kata Al mencairkan kekakuan
Eva hanya tersenyum dan bingung. Eva mengira Al yang membawanya sampai ke UKS. Eva semakin jatuh hati pada sosok pria yang sedari tadi menungguinya siuman
“Kamu belum sarapan? Aku beliin makan yah?”
“Nggak usah, aku udah nggak papa kok” kata Eva masih terlihat lemas.
November 2010…
Waktu telah melumat peristiwa dengan cepat, tak terasa ia akan segera lulus dari masa putih abu-abu. Al memandang gadis yang sekarang telah menjadi pujaan hatinya. Gadis itupun tersipu malu tak menyangka cintanya selama ini tak hanya teori indah dalam khayalnya, cintanya tak bertepuk sebelah tangan. Dan tuhan menakdirkan mereka menjadi sebagai sepasang kekasih.
“Al, nanti aku main kerumahmu ya? Mau ambil buku yang kemarin” sapa anggi tiba-tiba membuyarkan pandangan Al pada kekasihnya. Al hanya mengangguk dan tersenyum genit. Gadis yang dihadapan al berubah menjadi manyun duapuluh lima senci sambil memonyongkan bibirnya yang merah.
“Ihh kaka, itu siapa?” Tanya Eva menegang
“Cuman temen dede” kata Al sedikit menggoda
“Pokoknya ade nggak suka kaka deket-deket sama cewe lain selain ade” kata Eva lagi
“Kan Cuma temen de, cemburu ya?”
“Ade nggak suka ya nggak suka, kaka harus janji sama ade. Kalau kaka nggak akan deket-deket ke cewe lain selain ade” tambah Eva jelas.
Al hanya tersenyum melihat tinggah pacarnya yang cemburuan. Al tak menyangka gadis yang dulu disukai temannya kini malah menjadi pacarnya sendiri.
“Al kamu tega ya, makan temen sendiri” teriak Panji penuh emosi
“Memangnya ada apa?”
“Nggak usah sok polos deh. Kamu pacaran kan sama Eva?” Tanya Panji lagi dengan nada lebih keras
“Kalo iya kenapa?” jawab Al menantang
“Kamu tau kan dari dulu aku naksir sama Eva? Tapi kenapa malah kamu embat?” suara Panji makin lantang
“Tapi kenapa kamu nggak berani nembak dia?” tantang Al kemudian
Panji tak menjawab dan kemudian pergi meninggalkan Al. panji merasa sahabat terbaiknya telah mengkianatinya. Al tak sedikitpun pernah berfikir untuk meminta maaf pada Panji. Sejak saat itu, Al mulai jauh dari ketiga sahabat karibnya. Al berusaha menyapa ketiga sahabatnya saat di ruang Osis tapi entah karena apa mereka bertiga pergi saat Al berusaha mendekat.
“Cinta memang kadang membuat kita lupa diri. Nggak peduli akan menyakiti siapa dan nggak peduli siapa yang akan tersakiti karena kita. Cinta selalu bisa membuat orang lupa daratan.” Tutur Arfah yang sedang duduk dipinggir jalan bersama Panji dan Adi
“Cinta kadang membuat kita lupa, bahwa persahabatan jauh diatas segalanya. Tapi kadang orang lebih mengutamakan cinta ketimbang perasaan temannya” sambung Adi ikut menimpali
“Apa dia benar-benar nggak tau kalau aku sangat mencintai Eva, aku cuma sedang mengumpulkan keberanian dan nunggu waktu yang tepat untuk mengutarakan perasaanku. Tapi Al…” ungkap Panji jujur dan menarik nafas kemudian melanjutkan perkataannya
“Nggak nyangka Al bakal nusuk sahabatnya sendiri dari belakang”
“Apa perlu kita buat perhitungan sama Al” usul Arfah merasa hatinya ikut terkhianati
“Nggak perlu, buat apa? Biarkan dia menikmati percintaannya” tutup Panji sebelum mereka benar-benar pulang kerumah masing-masing.
Yogyakarta 2011…
Panji kini kuliah dii Yogyakarta, dan sibuk dengan persiapan seleksi untuk masuk tim sepakbola. Dia merapikan kaosnya dan tersenyum simpul didepan cermin.
“Ternyata aku cukup keren” batinnya sambil masih tersenyum lebar
Panji tiba-tiba teringat ketiga sahabatnya, dulu Al, Arfah, dan Adi setiap sora selalu bersama main sepak bola dan selalu menjadi Tim kebanggaan disekolahnya untuk mewakili perlombaan persahabatan antar SMA. Tapi kini, Panji hanya tersenyum kecut mengingat akhir persahabatan mereka.
Panji mengendarai sepeda motornya dengan dihantui wajah ketiga sahabatnya yang sangat ia sayangi, terutama Al. Panji menganggap Al sudah seperti adiknya sendiri ketimbang sahabatnya yang lain. Tapi entah karena apa, Al begitu tega menikamnya dari sudut yang tak pernah disangkanya.
Sebuah truk pengangkut kayu glondongan secara tak sengaja menyengkol motor yang dikendarai Panji. Seketika jalanan manjadi riuh, dan Panji segera dilarikan ke Rumah sakit. Kakinya lumpuh, dan cita-citanya menjadi pemain bola harus ia pendam sendiri. Ia merasa miris mengingat semua kisah hidupnya, ia pernah kehilangan sahabatnya, kini Panji kehilangan semua mimpinya.
Purwokerto, 2011..
Kaki Al tersandung meja saat akan mengambil air putih dilemari pendingin. Gelas yang dipegangnya jatuh dan pecah. Kakinya berdarah, tiba-tiba perasaannya menjadi tak enak. Seketika wajah sahabat-sahabatnya muncul melintasi pikirannya. Panji, Arfah, Adi. Al merasa sesuatu terjadi pada salah satu dari mereka. Al rindu saat-saat bersama mereka, Al rindu saat dulu harus saling menunggu satu sama lain saat akan sholat dzukur disekolah, Al rindu bertengar hanya karena masalah duit dan cewe, Al rindu saat-saat tongkrongan diruang Osis. Al sangat rindu pada mereka bertiga, Al menyesal tak mengucap maaf pada mereka yang sekarang tak tau kabarnya dan entah dimana mereka. Setelah lulus sekolah, mereka bertiga seperti ditelan bumi. Al tidak tahu menahu soal keberadaan mereka. Jauh dilubuk hatinya Al kecewa karena mereka tak mau mengerti perasaan Al yang sesungguhnya.
Al ingin memperbaiki sesuatu, tapi ia tak tau apa yang harus diperbaiki. Apa salah jika sekarang Eva menjadi kekasihnya? Bukankah cinta tak pernah salah. Lalu kenapa mereka bertiga menjauh dari Al? apa hubungan Al dengan Eva melukai hati ketiga sahabatnya? Tapi Al tak ada maksud untuk itu, ia hanya mengikuti apa kata hatinya, hatinya ternyata memilih Eva dan Evapun mempunyai hal yang sama layaknya Al mencintai Eva.
Bandung, 2011…
Arfah berlari-lari kecil menuju kelasnya, ia tersungkur jatuh ketika menabrak seorang yang badannya lebih besar darinya. Kakinya terkilir dan membuatnya susah berjalan. Ia hanya bisa meringis dan dengan tampang yang polos masuk kedalam kelas tanpa dosa.
Ia membuka buku dan menjatuhkan sesuatu, Arfah jongkok dan mengambilnya. Ia tersenyum melihat foto yang dulu diambil setelah menang lomba persahabatan antar sekolah. Ia memandangi wajah polos ketiga sahabatnya. Panji, Al, Adi. Dipandanginya lekat-lekat dan kemudian wajahnya menjadi murung.
Ia tak menyangka akhir kisah putih abu-abunya tak mengenakan. Ia merasa menyesal dulu telah mendiamkan Al. bukan salah Al jika ia jatuh cinta pada gadis yang disukai sahabatnya sendiri. Pada kenyataannya memang Panji tak berani mengungkapkan isi hatinya. Tidak salah jika ternyata Eva juga punya rasa yang sama terhadap Al.
Bukankah harusnya Panji senang karena Eva tak jatuh pada pria lain? Tapi kenapa saat itu dia, Panji dan Adi tak cepat dewasa dan malah menyalahkan Al? apa salah jika sebenarnya mereka betiga terluka dengan sikap Al yang mengkhianati sahabatnya sendiri? Arfah sekali lagi hanya menggelengkan kepala tak menyangka semua ini terjadi begitu nyata yang membuatnya pisah dari persahabatan yang dulu terlihat paling kompak disekolah.
Jakarta,2011…
“Bengong mulu, kenapa beb?” Tanya viona pada kekasihnya
“Perasaanku nggak enak beb, aku keinget sama Panji, Al, dan Arfah. Dimana mereka sekarang ya?”
“Udah hubungin mereka beb?”
“Sejak lulus, kita loss-kontak. Terakhir Cuma denger kabar Arfah. Panji sama Al apa kabar ya?” jawab adi sedikit sedih
Adi dan Viona pasangan yang awet. Walau Viona masih tetap cemburuan sama bola. Ia juga rindu sama ketiga sahabatnya, terutama Al. Adi sedikit menyesal saat-saat terakhir kelulusan sempat jauhan sama Al gara-gara masalah cewe. Kenapa harus ada yang merasa tesakiti pada hubungan Al dan Eva. Bukankah wajar dan menjadi lumrah kalau setiap orang jatuh cinta? Tapi kenapa waktu itu perasaannya mengatakan kalau ia dihianati sahabatnya sendiri? Ah, lagi-lagi cinta selalu membuat kita hilang akal. Tak bisa membedakan mana yang baik dan buruk, mana yang salah dan mana yang benar. Sebenarnya ini bukan masalah siapa yang salah, ini Cuma perasaan yang merasa dikhianati. Adi hanya berharap semoga tak ada lagi yang merasa sakit dengan hubungan Al dan Eva seperti persaannya dulu, Arfah, dan Panji yang merasa disakiti…
Angin sorepun menerbangkan daun-daun kering dan kisah masa sekolah yang belum terselesaikan. Mereka berempat harusnya kembali untuk menyelesaikan kisah yang tertunda dan menamatkan persahabatan keempat pria pemain sepak bola kebanggaan sekolah. Mereka semua lupa bagaimana caranya membekukan sebuah kenangan. Dan mereka tak tau bahwa didalam persahabatan pasti akan ada ujian. Mereka tak tau bahwa gelombang dilaut selalu menghalau setiap kapal yang melewatinya. Bahwa hidup adalah sebuah ujian.  Rasanya ada ikatan takdir yang ditulis hanya samapai persahabatan.

Mantra Basmalah





Aku tidak suka makan sayuran seperti teman-temanku. Aku lebih suka menikmati ayam goreng yang Ibuku beli diperempatan jalan depan gang.
Adikku Zahra, juga sama. Tidak suka sayur. Tapi Zahra tidak cerewet sepertiku. Adikku Zahra lucu dan penurut. Zahra juga suka menari sepertiku. Aku dan Zahra memang saudara kembar kebanggaan Ibu.
“Zahra, bantu kakakmu mencuci piring” peintah Ibu pada Zahra
Aku senang sekali membantu Ibu, mulai dari mencuci piring, menyapu dan mengepel lantai. Sampai ikut berbelanja ke Pasar dengan Ibu. Kata Ibu Guru disekolah kita harus berbakti kepada orang tua kita. Biar nanti kita bisa masuk surga.
“Kak Arina, tahu kerudung biru milik Zahra?” Tanya Zahra padaku.
Aku menggelengkan kepala, mungkin terselip ditumpukan baju. Aku juga ikut membantu mencari, Aku senang bisa membantu saudaraku sendiri. Pada intinya Aku suka membantu.
“Kak Arina, zahra taut ikut lomba besok.”
“Jangan takut Zahra, kita berdo’a saja pada Allah dan berusaha semampu kita” kataku sedikit bijak.
Aku dan Zahra besok akan ikut lomba menari adat daerah. Aku dan Zahra akan menari adat jawa. Tarian daerah kami.  Ibu sendiri yang mengajari kami, Ibu sangat pandai menari dan kami berdua menuruni bakat Ibu.
Sebelum tidur, Aku dan Zahra berdo’a. berdo’a agar dijaga tidurnya oleh Allah, berdo’a agar dapat mimpi indah, berdo’a agar besok dilancarkan saat perlombaan, berdo’a agr bisa jadi juara lomba, berdo’a agar Ayah dan Ibu bangga pada kami berdua.
Keesokan paginya, saat adzan subuh membangunkan Aku dan Zahra. Kami berdua bergegas mengmbil air wudlu dan sholat berjama’ah bersama Ayah dan Ibu. Kami sekeluarga sudah terbiasa untuk sholat berjama’ah.
Ayah selalu memberi ceramah seusai sholat. Ayah setiap saat selalu mengajarkan untuk bersyukur, dan selalu ingat pada Tuhan. Ingat kepada yang telah berbaik hati menciptakan kita dan melihat betapa indahnya dunia ini.
“Arina, Zahra. Sini mendekat..!” kata Ayah menyuruh kami berdua
Ayah mengusap rambut kami yang tertutup mukena
“Semoga nanti Allah melindungi dan membuat kalian berdua anak kesayangan Ayah tidak gugup” ucap Ayah memberikan kami do’a
Aku tersenyum, Zahra tersenyum, Ibu tersenyum, kami sekeluarga bahagia, selalu.
Aku dan Adiku, Zahra bersiap-siap. Ayah sendiri yang akan mengantar dan menonton pertunjukan lomba bersama Ibu.
Didalam, dibelakang panggung Aku dan Zahra berganti pakaian. Zahra melihat sekeliling dan merasa tidak percaya diri.
“Kak Arina, Zahra minder. Sepertinya, hanya kita berdua peserta yang mengenakan kerudung” ucap Zahra jujur dan gugup.
Aku tersenyum dan menggelengkan kepala, tidak apa-apa. Lagipula Ibu sudah pernah mengatakannya. Ini saatnya kami menunjukan pada orang-orang kalau sebenarnya anak berkrudung bisa apa saja.
“Bismillah Zahra…” kataku mengingatkan.
Pesan dari Ibu, sebelum kita melakukan sesuatu. Kita tidak boleh lupa mengucapkan Basmalah. Dengan membaca Basmallah segala urusan akan dilancarkan oleh Allah, InsyaAllah.
“Iya Ka, Zahra tidak akan lupa pesan Ibu. Bismillahirrohmanirohim…” ucap Zahra khusyuk.
Kami berdua menunggu giliran dipanggil. Kami tidak gugup lagi setelah membaca Basmalah. Ternyata Basmalah juga membuat hati kita tenang, tidak gugup.
“Kita panggil peserta berikutnya, si kembar Arina dan Zahra dengan tariannya yaitu Tari Jaipong dari Jawa…” teriak pembawa acara didekat microphone.
“Ka Arina, giliran kita. Bismillahirrohmanirohim…” ucap Zahra lirih.
Aku ikut memejamkan mata dan berucap Bismillahirrohmanirohim. Dan menuju ke panggung yang penuh dengan teriakan penonton yang menyemangati.
Alunan musik terdengar, Aku dan Zahra mulai menari. Kami berdua tampil luwes dan percaya diri. Mantra Basmalah yang kami ucapkan menambah kepercayaan diri kami.
Tiba-tiba ada kabel yang terputus. Musik seketika berhenti, kami berduapun ikut berhenti menari. Lampu sorot diatas sana jatuh tanpa member tahu kami terlebih dahulu. Hampir mengenai tubuh Zahra, dan Zahra refleks cepat menghindar.
Lomba dihentikan. Kami berdua selamat. Selamat karna sebelum pertunjukan kami meminta perlindungan kepada Allah dan mengucapkan mantra Basmalah. Aku dan adikku, Zahra tersenyum lega. Alhamdulillah.