PENDIDIKAN
ISLAM KONTEMPORER
Makalah
Ini Dibuat Guna Memenuhi Tugas Terstruktur
Mata
Kuliah : Ilmu
Pendidikan Islam
Dosen
Pengampu : M. Ajib Hermawan, M. Si
Oleh
:
Wantia
Khikmah ( 1123305005)
Nuraeni
Marzuki ( 1123305007)
Sarifiani
(1123305026)
Khusnul
Umami ( 1123305027)
TAR/
4 PGMI-A
SEKOLAH
TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI ( STAIN )
PURWOKERTO
2012/2013
PENDAHULUAN
Pendidikan merupakan salah satu kebutuhan pokok dalam
kehidupan manusia yang berfikir bagaimana menjalani kehidupan dunia ini dalam
rangka mempertahankan hidup dan
penghidupan manusia yang mengemban tugas dari Sang Kholiq untuk beribadah.
Manusia sebagai mahluk yang diberikan kelebihan oleh Allah SWT
dengan suatu bentuk akal pada diri manusia yang tidak dimiliki mahluk Allah
yang lain dalam kehidupannya, bahwa untuk mengolah akal pikirnya diperlukan
suatu pola pendidikan melalui suatu proses pembelajaran.
Berdasarkan undang-undang Sisdiknas No.20 tahun 2003 Bab I,
bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana
belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan
potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan
dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Dari pengertian tersebut bahwa pendidikan merupakan upaya
yang terorganisir memiliki makna bahwa pendidikan tersebut dilakukan oleh usaha
sadar manusia dengan dasar dan tujuan yang jelas, ada tahapannya dan ada
komitmen bersama di dalam proses pendidikan itu. Berencana mengandung arti
bahwa pendidikan itu direncanakan sebelumnya, dengan suatu proses perhitungan
yang matang dan berbagai sistem pendukung yang disiapkan. Berlangsung kontinyu
artinya pendidikan itu terus menerus sepanjang hayat, selama manusia hidup
proses pendidikan itu akan tetap dibutuhkan, kecuali apabila manusia sudah
mati, tidak memerlukan lagi suatu proses pendidikan.
Untuk lebih jelasnya kami akan mengupas lebih mendalam
tentang pengertian pendidikan kontemporer,tujuan pendidikan kontemporer,
jenis-jenis pendidikan kontemporer,tantangan dalam pendidikan kontemporer, dan
problematika dalam pendidikan Islam kontemporer.
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Pendidikan Islam Kontemporer
Pendidikan
Islam adalah pendidikan yang dipahami dan dikembangkan dari ajaran dan
nilai-nilai fundamental yang terkandung dalam sumber dasarnya yaitu Al-Qur’an
dan As-sunah.[1]
Menurut Mohammad Hamid an- Nasyir dan Kulah Abd Al- Qadir Darwis mendefinisikan
pendidikan Islam sebagai proses pengarahan perkembangan manusia (ri’ayah) pada sisi jasmani, akal, bahasa, tingkah
laku,kehidupan social dan keagamaan yang diharapkan pada kebaikan menuju
kesempurnaan.[2]
Pendidikan Islam Kontemporer adalah
kegiatan yang dilaksanakan secara terencana dan sistematis untuk mengembangkan
potensi anak didik berdasarkan pada kaidah-kaidah
agama Islam pada masa sekarang.
B. Tujuan
Pendidikan Islam Kontemporer
Tujuan
Pendidikan Islam Kontemporer harus sesuai dengan tujuan pendidikan Nasional
yang sesuai dengan UU Sisdiknas 2003 Pasal 1 ayat (2) yakni pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan
Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan
nasional dan tanggap terhadap tuntutan perubahan zaman.[3]
C. Jenis
–jenis Pendidikan Islam Kontemporer
1. Pondok pesantren
Pondok pesantren adalah lembaga
keagamaan, yang memberikan pendidikan dan pengajaran serta mengembangkan dan
menyebarkan ilmu agama Islam. Istilah pondok, mungkin berasal dari kata funduk,
dari bahasa arab yang berarti rumah penginapan atau hotel. Akan tetapi di dalam
pesantren Indonesia , khusunya pulau jawa, lebih mirip denganpemondokkan dalam
lingkungan padepokan, yaitu perumahan sederhana yang dipetak- petak dalam
bentuk kamar-kamar yang merupakan asrama santri. Sedangkan istilah pesantren
secara etimologis asalnya pe-santri-an yang berarti tempat santri. Santri atau
murid mempelajari agama dari seorang Kyai atau Syaikh di pondok pesantren.
Jika mencari lembaga pendidikan yang
asli Indonesia dan berakar kuat dalam masyarakat, tentu akan menempatkan
pesantren di tangga teratas. Namun, ironisnya lembaga yang dianggap merakyat
ini ternyata masih menyisakan keberbagaian masalah dan diragukan kemampuannya
dalam menjawab tantangan zaman, terutama ketika berhadapan dengan arus
modernisasi. Untuk mengubah image yang agak miring ini tentunya memerlukan
proses yang panjang dan usaha tidak begitu mudah.[4]
Pada taraf ini, pesantren
berhadap-hadapan dengan dilema antara tradisi dan modernitas. Ketika pesantren
tidak mau beranjak ke modernitas, dan hanya berkutat dan mempertahankan
otentisitas tradisi pengajarannya yang khas tradisional, dengan pengajaran yang
melulu bermuatan Al-Qur’an dan Al-Hadis serta kitab-kitab klasiknya, tanpa
adanya pembaharuan metodologis, maka selama itu pula pesantren harus siap
ditinggalkan oleh masyarakat.
Pengajaran Islam tradisional dengan
muatan-muatan yang telah disebutkan di muka, tentu saja harus lebih
dikembangkan agar penguasaan materi keagamaan anak didik (baca: santri) dapat
lebih maksimal, di samping juga perlu memasukkan materi-materi pengetahuan
non-agama dalam proses pengajaran di pesantren.
Pondok pesantren yang ideal adalah
pondok pesantren yang mampu mengantisipasi adanya pendapat yang mengatakan
bahwa alumni pondok pesantren tidak berkualitas. Oleh sebab itu, sasaran utama
yang diperbaharui adalah mental, yakni mental manusia dibangun hendaknya
diganti dengan mental membangun.
2. Sekolah Islam Terpadu
Seperti diketahui khalayak umum, sekolah Islam Terpadu (IT) berbasis pada
keterpaduan antara ilmu sains dan Islam. Dalam kurikulum dicantumkan Tahfizul
Qur’an atau mata pelajaran menghafal Al Qur’an serta sisipan muatan spiritual
dalam mata pelajaran umum.
Pendidikan tahfidzul Qur’an tradisional masih diselenggarakan oleh TPA
(Taman Pendidikan Al Qur’an).Namun seiring dengan makin tersibuknya siswa siswi
SD, SMP, dan SMA membuat mereka tak lagi sempat dan mau pergi ke TPA. Sedangkan
untuk menghafal Al Qur’an secara menyeluruh dan khusus harus dilakukan di podok
pesantren yang belum mengakomodir kebutuhan mereka memperdalam ilmu sains
secara bersamaan. Sedangkan keluarga pengafal al-qur’an di Indonesia
bisa dihitung dengan jari.
Seiring dengan berjalannya waktu dan pesatnya sekolah berbasis IT maka
semakin banyaklah penghafal Al Qur’an (belum taraf seluruhnya, hanya sebagian
juz saja). Walaupun begitu sekolah IT mampu mengembalikan budaya menghafal Al
Qur’an di tengah masyarakat Indonesia yang lebih mengutamakan dan menghargai
pendidikan akademis. Sayangnya kebanyakan siswa sekolah IT tak melanjutkan
jenjang yang lebih tinggi di sekolah yang sama, ada yang memilih sekolah negeri
karena dipandang lebih memiliki prospek ke depan. Siswa yang meninggalkan
bangku sekolah IT memiliki kesulitan dalam memelihara hafalannya karena budaya
menghafal al qur’an tidak di bawa ke rumah rumah mereka. Maka tak heran banyak
siswa lulusan IT yang menurun jumlah hafalannya padahal pernah menguasai 5 juz
lancar diluar kepala.
Terlepas dari hal itu kita harus mengakui pentingnya sekolah IT dalam
membumikan Al Qur’an di Indonesia . Perannya sebagai lembaga sekolah formal
yang diakui pemerintah dalam hal mutu juga patut menjadi pelajaran bagi sekolah
sekolah Islam pada umumnya. Dalam menghadapi era global tentu kebutuhan akan
ilmuan yang tak hanya pandai dalam hal akademis tapi juga dalam akhlaq dan
spiritualitasnya menjadi kebutuhan yang pokok. Karena teknologi yang berkembang
sedemikian pesatnya takkan mampu mengubah peradaban manusia menjadi lebih baik
tanpa individu-individu yang memiliki keterpaduan pengetahuan sains dan Islam.
3. Madrasah
Madrasah adalah tempat pendidikan
yang memberikan pedidikan dan pengajaran yang berada di bawah naungan
Departemen Agama. Yang temasuk kedalam kategori madrasah ini adalah lembaga
ibtidaiyah, Tsanawiyah, Aliyah, Mu’allimin, Mu;allimat serya diniyyah.
Madrasah tidak lain adalah kata Arab
untuk sekolah, artinya tempat belajar. Istilah madrasah ditanah Arab ditujukan
untuk semua sekolah secara umum, namun di Indonesia ditukan untuk
sekolah-sekolah Islam yang mata pelajaran utamanya adalah mata pelajaran agama
Islam. Lahirnya lembaga ini merupakan kelanjutan sistem di dunia pesantren yang
di dalamnya terdapat unsur-unsur pokok dari suatu psantren. Sedangkan pada
sistem madrasah, tidak harus ada pondok, masjid dan pengajian kitab-kitab Islam
klasik. Unsur-unsur yang diutamakan di madrasah adalah pimpinan, guru, siswa,
perangkat keras, perangkat lunak, dan pengajaran mata pelajaran Islam.
Bertitik tolak dari prinsip madrasah
ini, maka pendidikan dan pengajarannya diarahkan untuk membentuk manusia
pembangunan yang pancasilais yang sehat jasmani dan rohani, memiliki
pengetahuan dan keterampilan, dapat mengembangkan kreatifitas dan penuh
tenggang rasa, dapat menyburkan sikap demokrasi, dan dapat mengembagkan
kecerdasan yang tinggi dan disertai budi pekerti yang luhur, mencintai
bangsanya dan mencintai sesama manusia sesuai dengan ketentuan yang terdapat
dalam UUD 1945.
Adapun
beberapa ciri dari madrasah adalah:
1. Lembaga pendidikan yang mempunyai
tata cara yang sama dengan sekolah.
2. Mata pelajaran agama Islam di
madrasah dijadiakan mata pelajaran pokok, di samping diberikan mata pelajaran
umum[5].
D. Tantangan
dalam Pendidikan Islam Kontemporer
Sistem
pendidikan Islam di Indonesia mengalami tantangan yang mendasar, untuk itu
diberlakukan upaya pembaharuan yang tanpa henti. Tantangan yang mendasar itu
antara lain:
1. Mampukah
sistem pendidikan Islam Indonesia menjadi center of excellence bagi
perkembangan iptek yang tidak bebas nilai, yakni mengembangan iptek dengan
sumber ajaran Qur’an dan sunah.
2. Mampukah
system pendidikan Islam Indonesia menjadi pusat pembaharuan pemikiran Islam
yang benar-benar mampu merespon tantangan zaman tanpa mengabaikan aspek
dogmatis yang wajib diikuti.
3. Mampukah
ahli-ahli pendidikan Islam menumbuhkan kepribadian yang benar-benar beriman dan
bertaqwa kepada Tuhan lengkap dengan kemammpuan bernalar-ilmiah yang tidak
mengenal batas akhir.
E. Problematika
dalam Pendidikan Islam Kontemporer
1.
Faktor Internal
a.
Relasi Kekuasaan dan Orientasi Pendidikan Islam
Tujuan
pendidikan pada dasarnya hanya satu, yaitu memanusiakan manusia, atau
mengangkat harkat dan martabat manusia atau human dignity, yaitu menjadi
khalifah di muka bumi dengan tugas dan tanggung jawab memakmurkan kehidupan dan
memelihara lingkungan. Tujuan pendidikan yang selama ini diorientasikan memang
sangat ideal bahkan, lantaran terlalu ideal, tujuan tersebut tidak pernah
terlaksana dengan baik.
Orientasi
pendidikan, sebagaimana yang dicita-citakan secara nasional, barangkali dalam
konteks era sekarang ini menjadi tidak menentu, atau kabur kehilangan orientasi
mengingat adalah tuntutan pola kehidupan pragmatis dalam masyarakat indonesia.
Hal ini patut untuk dikritisi bahwa globalisasi bukan semata mendatangkan efek
positif, dengan kemudahan-kemudahan yang ada, akan tetapi berbagai tuntutan
kehidupan yang disebabkan olehnya menjadikan disorientasi pendidikan.
Pendidikan cenderung berpijak pada kebutuhan pragmatis, atau kebutuhan pasar
lapangan, kerja, sehingga ruh pendidikan islam sebagai pondasi budaya,
moralitas, dan social movement (gerakan sosial) menjadi hilang. [6]
c. Pendekatan/Metode
Pembelajaran
Peran
guru atau dosen sangat besar dalam meningkatkan kualitas kompetensi
siswa/mahasiswa. Dalam mengajar, ia harus mampu membangkitkan potensi guru,
memotifasi, memberikan suntikan dan menggerakkan siswa/mahasiswa melalui pola
pembelajaran yang kreatif dan kontekstual (konteks sekarang menggunakan
teknologi yang memadai). Pola pembelajaran yang demikian akan menunjang
tercapainya sekolah yang unggul dan kualitas lulusan yang siap bersaing dalam
arus perkembangan zaman.
Siswa atau mahasiswa bukanlah
manusia yang tidak memiliki pengalaman. Sebaliknya, berjuta-juta pengalaman
yang cukup beragam ternyata ia miliki. Oleh karena itu, dikelas pun
siswa/mahasiswa harus kritis membaca kenyataan kelas, dan siap mengkritisinya.
Bertolak dari kondisi ideal tersebut, kita menyadari, hingga sekarang ini siswa
masih banyak yang senang diajar dengan metode yang konservatif, seperti
ceramah, didikte, karena lebih sederhana dan tidak ada tantangan untuk
berfikir.
d. Profesionalitas dan Kualitas SDM
Salah satu masalah besar yang
dihadapi dunia pendidikan di Indonesia sejak masa Orde Baru adalah
profesionalisme guru dan tenaga pendidik yang masih belum memadai. Secara
kuantitatif, jumlah guru dan tenaga kependidikan lainnya agaknya sudah cukup
memadai, tetapi dari segi mutu dan profesionalisme masih belum memenuhi
harapan. Banyak guru dan tenaga kependidikan masih unqualified, underqualified,
dan mismatch, sehingga mereka tidak atau kurang mampu menyajikan dan
menyelenggarakan pendidikan yang benar-benar kualitatif.
e. Biaya
Pendidikan
Faktor biaya pendidikan adalah hal
penting, dan menjadi persoalan tersendiri yang seolah-olah menjadi kabur
mengenai siapa yang bertanggung jawab atas persoalan ini. Terkait dengan amanat
konstitusi sebagaimana termaktub dalam UUD 45 hasil amandemen, serta UU
Sisdiknas No. 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional yang memerintahkan
negara mengalokasikan dana minimal 20% dari APBN dan APBD di masing-masing
daerah, namun hingga sekarang belum terpenuhi. Bahkan, pemerintah
mengalokasikan anggaran pendidikan genap 20% hingga tahun 2009 sebagaimana yang
dirancang dalam anggaran strategis pendidikan.[7]
2.
Faktor Eksternal
a. Dichotomic
Masalah
besar yang dihadapi dunia pendidikan islam adalah dichotomy dalam
beberapa aspek yaitu antara Ilmu Agama dengan Ilmu Umum, antara Wahyu dengan
Akal setara antara Wahyu dengan Alam. Munculnya problem dikotomi dengan segala
perdebatannya telah berlangsung sejak lama. Boleh dibilang gejala ini mulai
tampak pada masa-masa pertengahan. Menurut Rahman, dalam melukiskan watak ilmu
pengetahuan islam zaman pertengahan menyatakan bahwa, muncul persaingan yang
tak berhenti antara hukum dan teologi untuk mendapat julukan
sebagai mahkota semua ilmu.
b. Too General Knowledge
Kelemahan
dunia pendidikan islam berikutnya adalah sifat ilmu pengetahuannya yang masih
terlalu general/umum dan kurang memperhatikan kepada upaya penyelesaian masalah
(problem solving). Produk-produk yang dihasilkan cenderung kurang
membumi dan kurang selaras dengan dinamika masyarakat. Menurut Syed Hussein
Alatas menyatakan bahwa, kemampuan untuk mengatasi berbagai permasalahan,
mendefinisikan, menganalisis dan selanjutnya mencari jalan keluar/pemecahan
masalah tersebut merupakan karakter dan sesuatu yang mendasar kualitas sebuah
intelektual. Ia menambahkan, ciri terpenting yang membedakan dengan
non-intelektual adalah tidak adanya kemampuan untuk berfikir dan tidak mampu
untuk melihat konsekuensinya.
c.
Lack of Spirit of Inquiry
Persoalan
besar lainnya yang menjadi penghambat kemajuan dunia pendidikan islam ialah
rendahnya semangat untuk melakukan penelitian/penyelidikan. Syed Hussein Alatas
merujuk kepada pernyataan The Spiritus Rector dari Modernisme Islam, Al
Afghani, Menganggap rendahnya “The Intellectual Spirit” (semangat
intelektual) menjadi salah satu faktor terpenting yang menyebabkan kemunduran
Islam di Timur Tengah.
d. Memorisasi
Rahman
menggambarkan bahwa, kemerosotan secara gradual dari standar-standar akademis
yang berlangsung selama berabad-abad tentu terletak pada kenyataan bahwa,
karena jumlah buku-buku yang tertera dalam kurikulum sedikit sekali, maka waktu
yang diperlukan untuk belajar juga terlalu singkat bagi pelajar untuk dapat
menguasai materi-materi yang seringkali sulit untuk dimengerti, tentang
aspek-aspek tinggi ilmu keagamaan pada usia yang relatif muda dan belum matang.
Hal ini pada gilirannya menjadikan belajar lebih banyak bersifat studi
tekstual daripada pemahaman pelajaran yang bersangkutan. Hal ini
menimbulkan dorongan untuk belajar dengan sistem hafalan (memorizing)
daripada pemahaman yang sebenarnya. Kenyataan menunjukkan bahwa abad-abad
pertengahan yang akhir hanya menghasilkan sejumlah besar karya-karya komentar
dan bukan karya-karya yang pada dasarnya orisinal.
e.
Certificate Oriented
Pola
yang dikembangkan pada masa awal-awal Islam, yaitu thalab al’ilm, telah
memberikan semangat dikalangan muslim untuk gigih mencari ilmu, melakukan
perjalanan jauh, penuh resiko, guna mendapatkan kebenaran suatu hadits, mencari
guru diberbagai tempat, dan sebagainya. Hal tersebut memberikan isyarat bahwa
karakteristik para ulama muslim masa-masa awal didalam mencari ilmu adalah knowledge
oriented. Sehingga tidak mengherankan jika pada masa-masa itu, banyak lahir
tokoh-tokoh besar yang memberikan banyak konstribusi berharga, ulama-ulama encyclopedic,
karya-karya besar sepanjang masa. Sementara, jika dibandingkan dengan pola
yang ada pada masa sekarang dalam mencari ilmu menunjukkan kecenderungan adanya
pergeseran dari knowledge oriented menuju certificate oriented semata.
Mencari ilmu hanya merupakan sebuah proses untuk mendapatkan sertifikat atau
ijazah saja, sedangkan semangat dan kualitas keilmuan menempati prioritas
berikutnya[8]
PENUTUP
Pendidikan
Islam adalah pendidikan yang dipahami dan dikembangkan dari ajaran dan
nilai-nilai fundamental yang terkandung dalam sumber dasarnya yaitu Al-Qur’an
dan As-sunah. Sedangkan, Pendidikan
Islam Kontemporer adalah kegiatan yang dilaksanakan secara terencana dan
sistematis untuk mengembangkan potensi anak didik berdasarkan pada kaidah-kaidah agama Islam pada masa sekarang.
Tujuan
Pendidikan Islam Kontemporer harus sesuai dengan tujuan pendidikan Nasional
yang sesuai dengan UU Sisdiknas 2003 Pasal 1 ayat (2) yakni pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan
Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan
nasional dan tanggap terhadap tuntutan perubahan zaman.
Jenis
–jenis Pendidikan Islam Kontemporer:
1. Pondok pesantren
2. Sekolah Islam Terpadu
3. Madrasah
Sistem
pendidikan Islam di Indonesia mengalami tantangan yang mendasar, untuk itu
diberlakukan upaya pembaharuan yang tanpa henti. Tantangan yang mendasar itu
antara lain:
1. Mampukah
sistem pendidikan Islam Indonesia menjadi center of excellence bagi
perkembangan iptek yang tidak bebas nilai, yakni mengembangan iptek dengan
sumber ajaran Qur’an dan sunah.
2. Mampukah
system pendidikan Islam Indonesia menjadi pusat pembaharuan pemikiran Islam
yang benar-benar mampu merespon tantangan zaman tanpa mengabaikan aspek
dogmatis yang wajib diikuti.
3. Mampukah
ahli-ahli pendidikan Islam menumbuhkan kepribadian yang benar-benar beriman dan
bertaqwa kepada Tuhan lengkap dengan kemammpuan bernalar-ilmiah yang tidak
mengenal batas akhir.
Problematika
dalam Pendidikan Islam Kontemporer
1.
Faktor Internal
a.
Relasi Kekuasaan dan Orientasi Pendidikan Islam
b. Masalah
Kurikulum
c.Pendekatan/Metode Pembelajaran
d. Profesionalitas dan Kualitas SDM
e.Biaya Pendidikan
2.
Faktor Eksternal
a. Dichotomic
b. To General Knowledge
c.
Lack of Spirit of Inquiry
d. Memorisasi
e.
Certificate Oriented
DAFTAR PUSTAKA
Bashori
Muchsin, Abdul Wahid. 2009. Pendidikan
Islam Kontemporer. Bandung: PT. Refika Aditama
http://caturhadiprasetyo.wordpress.com/2012/05/27/filsafat-pendidikan-pendidikan-islam-kontemporer/
http://insistnet.com/index.php?option=com_content&view=article&id=403:problematika-pendidikan-islam-kontemporer-1&catid=27:mengenal-ahmadiyah&Itemid=28
http://mastertarbiyah1982.wordpress.com/2013/03/07/beginilah-pendidikan-islam-di-indonesia/
Mastuhu.
1999.Memberdayakan Sistem Pendidikan
Islam. Jakarta : Logos
Roqib,Moh.2009.
Ilmu Pendidikan Islam. Yogyakarta :
LKiS Yogyakarta
[1]
Bashori Muchsim dan Abdul
Wahid, Pendidikan Islam Kontemporer ,(Bandung:
PT. Refika Aditama,2009),hal.9.
[2]
Moh. Roqib, Ilmu Pendidikan Islam, mengutip dari
Mohammad Hamid An Nasyir dan Kulah Abd al- Qadir Darwis (Yogyakarta: PT. LKiS
Printing Cemerlang,2009),hal.17.
[3]
http://mastertarbiyah1982.wordpress.com/2013/03/07/beginilah-pendidikan-islam-di-indonesia/
diakses pada Rabu pukul 09.00
[4] http://caturhadiprasetyo.wordpress.com/2012/05/27/filsafat-pendidikan-pendidikan-islam-kontemporer/ di akses pada hari Rabu pukul 09.30
[5]
Ibid.
[6]
http://insistnet.com/index.php?option=com_content&view=article&id=403:problematika-pendidikan-islam-kontemporer-1&catid=27:mengenal-ahmadiyah&Itemid=2
diakses pada Rabu pukul 09.45
[8]
Ibid
Tidak ada komentar:
Posting Komentar