MOHAMMAD
ABDUH DAN USAHA PEMBAHARUAN PENDIDIKAN
DI MESIR
Makalah Ini Dibuat Guna
Memenuhi Tugas Terstruktur
Mata Kuliah
: Sejarah Pendidikan Islam
Dosen
Pengampu
: Dra. Hj. Mahmudah, M. Pd. I
Oleh
:
Apriati Rosita (1123305003)
Wantia Khikmah ( 1123305005)
Ruswati ( 1123305031)
TARBIYAH / 4 PGMI-A
SEKOLAH
TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI PURWOKERTO
TAHUN 2013
A. PENDAHULUAN
Muhammad Abduh termasuk salah satu pembaharu agama dan sosial di
Mesir pada abad ke-20 yang
pengaruhnya sangat besar di dunia Islam. Dialah penganjar yang sukses dalam
membuka pintu ijtihad untuk menyesuaikan Islam dengan tuntutan zaman modern.
Di dunia Islam ia terkenal dengan pembaharuannya di bidang keagamaan, dialah yang menyerukan umat Islam untuk kembali kepada Al Quran dan Assunnah as Sahihah. Ia juga terkenal dengan pembaharuannya dibidang pergerakan politik.
Di dunia Islam ia terkenal dengan pembaharuannya di bidang keagamaan, dialah yang menyerukan umat Islam untuk kembali kepada Al Quran dan Assunnah as Sahihah. Ia juga terkenal dengan pembaharuannya dibidang pergerakan politik.
Di samping ia dikenal sebagai pembaharu dibidang keagamaan dan
pergerakan (politik), Ia juga sebagai pembaharu dibidang pendidikan Isalam,
dimana Ia pernah menjabat Syekh atau rektor Universitas AlAzhar di Cairo Mesir.
Pada masa menjabat rektor inilah Ia mengadakan pembaharuan-pembaharuan di
Universitas tersebut,yang pengaruhnya sangat luas di dunia Islam. Dan
usaha–usaha pembaharuan inilah yang akan dibahas dalam makalah.
B.
BIOGRAFI MUHAMMAD ABDUH
Muhammad
Abduh lahir pada tahun 1848 M/ 1265 H di sebuah desa
di Propinsi Gharbiyyah Mesir Hilir. Ayahnya bernama Muhammad ‘Abduh ibn Hasan
Khairullah. Abduh lahir di lingkungan keluarga petani yang hidup sederhana,
taat dan cinta ilmu pengetahuan.
Masa pendidikannya
dimulai dengan pelajaran dasar
membaca dan menulis yang didapatnya dari orang tuanya. Kemudian sebagai
pelajaran lanjutan ia belajar Qur’an pada seorang hafid. Dalam masa waktu dua tahun ia telah menjadi seorang yang hafal al-Qur’an. Pendidikan selanjutnya ditempuhnya di Thanta, sebuah lembaga pendidikan
mesjid Ahmadi.
Di tempat ini ia mengikuti pelajaran yang diberikan dengan rasa tidak puas,
bahkan membawanya pada rasa putus asa untuk mendapatkan ilmu. Ia tidak puas
dengan metode pengajaran yang diterapkan yang mementingkan hafalan tanpa
pengertian, bahkan ia berpikir lebih baik tidak belajar dari pada menghabiskan
waktu menghafal istilah-istilah nahwu dan fiqih yang tidak dipahaminya,
sehingga ia kembali ke Mahallaj Nashr (kampungnya) dan hidup sebagai petani
serta melangsungkan pernikahan dalam usia 16 tahun.[1]
Tidak lama kemudian, ia kembali ke Tanta setelah mendapat nasihat
dari pamanya Syekh Darwis seorang penganut tarekat Sanusiyah. Setelah
menyelesaikan studi di Tanta, pada tahun 1866 Muhammad Abduh melanjutkan
studinya di Al-Azhar dan selesai pada tahun 1877 dengan mencapai gelar Alim.
Setelah tamat dari Al-Azhar, Muhammad Abduh kemudian mengajar
di almamaternya dan
Darul Ulum, disamping mengajar di rumahnya. Di antara buku yang
diajarkannya adalah buku akhlak karangan Ibnu Maskawih, buku Muqaddimah
karangan Ibnu Khaldun dan sejarah kebudayaan Eropa karangan Guizote yang
diterjemahkan oleh Al-Thanthawi.[2]
Mohammad Abduh
jatuh sakit dan meninggal pada 8 Jumadil awal 1323 H/ 11 Juli 1905, jenazah
Muhammad Abduh dikebumikan di Kairo (Pemakaman Negara).[3]
C.
Sejarah Perjuangan dan
Kehidupan Politik.
Setelah Abduh menyelesaikan studinya di al Azhar pada tahun 1877,
atas usaha Perdana Menteri Mesir, Riadl Pasya, ia di angkat menjadi dosen pada
Universitas Darul Ulum dan Universitas al Azhar. Dalam memangku jabatannya itu,
ia terus mengadakan perubahan-perubahan yang radikal. Dia menggugat model lama
dalam bidang pengajaran dan dalam memahami dasar-dasar keagamaan sebagaimana
yang dialaminya sewaktu belajar di masjid Al-Ahmadi dan di Al-Azhar.
Dia menghendaki adanya sistim pendidikan yang mendorong tumbuhnya kebebasan
berpikir, menyerap ilmu-ilmu modern dan membuang cara-cara lama yang kolot.
Sebagai murid Jamaluddin Al-Afghani, maka pikiran politiknya pun sangat dekat
dengannya. Al-Afghany adalah seorang
revolusioner yang secara serius memandang penting bangkitnya bangsa-bangsa
timur guna melawan dominasi Barat.
Pada tahun 1879, pemerintahan Mesir berganti dengan turunnya
Chedive Ismail dan digantikan puteranya, Taufiq Pasya. Pemerintahan yang baru
ini sangat kolot dan reaksioner sehingga berdampak pada dipecatnya Abduh dari
jabatannya dan diusirnya Al Afghany dari Mesir. Tetapi pada tahun berikutnya
Abduh kembali mendapatkan tugas dari pemerintah untuk memimpin penerbitan
majalah "al Wakai' al Mishriyah". Kesempatan ini dimanfaatkan Abduh
untuk menuangkan isi hatinya dalam bentuk artikel-artikel serta pemerintah tentang
nasib rakyat, pendidikan dan pengajaran di Mesir.
Pada tahun
1882, Abduh dibuang ke Syiria (Beirut) karena dianggap ikut andil dalam
pemberontakan yang terjadi di Mesir pada saat itu. Disini ia mendapat
kesempatan untuk mengajar di Universitas Sulthaniyah selama kurang lebih satu
tahun.
Pada permulaan
tahun 1884, Abduh pergi ke Paris atas panggilan Al Afghany yang pada waktu itu
telah berada di sana. Bersama
Al Afghany, disusunlah sebuah gerakan untuk memberikan kesadaran kepada seluruh
umat Islam yang bernama "al 'Urwatul Wutsqa". Untuk mencapai
cita-cita gerakan tersebut, diterbitkanlah pula sebuah majalah yang juga diberi
nama "al 'Urwatul Wutsqa". Suara kebebasan yang ditiupkan Al Afghany
dan Abduh melalui majalah ini menggema ke seluruh dunia dan memberikan pengaruh
yang cukup kuat terhadap kebangkitan umat Islam. Dalam waktu yang sangat
singkat, kaum imperialis merasa khawatir atas gerakan ini dan akhirnya
pemerintah Inggris melarang majalah tersebut masuk ke wilayah Mesir dan India.
Pada akhir tahun
1884, setelah majalah tersebut terbit pada edisi ke-18, pemerintah Perancis
melarang diterbitkannya kembali majalah 'Urwatul Wutsqa. Kemudian Abduh
diperbolehkan kembali ke Mesir dan al Afghany melanjutkan pengembaraannya ke
Eropa.
Setelah kembali
ke Mesir, Abduh kembali diberi jabatan penting oleh pemerintah Mesir. Ia juga
membuat perbaikan-perbaikan di Universitas Al-Azhar. Puncaknya, pada tanggal 3
Juni 1899, Abduh mendapatkan kepercayaan dari pemerintah Mesir untuk menduduki
jabatan sebagai Mufti Mesir. Kesempatan ini dimanfaatkan Abduh untuk kembali
berjuang meniupkan ruh perubahan dan kebangkitan kepada umat Islam.[4]
Sebagai seorang pembaharu (modernis), ide dan
pemikiran Abduh mencakup dalam berbagai bidang. Menurut Al-Bahiy, pemikiran
Abduh meliputi Segi politik dan kebangsaan, social kemasyarakatan, pendidikan,
serta akidah dan keyakinan. Walaupun pemikirannya mencakup berbagai segi, namun
bila diteliti dalam menggagas ide-ide pembaharuannya, Abduh lebih menitikberatkan (concern) pada bidang pendidikan.
1.
Pembaharuan Di bidang Pendidikan
a.
Sistem dan Struktur Lembaga
Pendidikan
Muhammad
Abduh melihat bahwa semenjak kemunduran Islam, sistem pendidikan yang berlaku
di seluruh dunia Islam umumnya dan di Al-Azhar khususnya lebih bercorak
dualisme (artinya: pendidikan madrasah yang menolak pelajaran-pelajaran umum dan
pendidikan modern berbasis barat yang
tidak mengajarkan ilmu agama). Bila diteliti secara saksama, corak pendidikan yang demikian lebih banyak dampak negatifnya dalam
dunia pendidikan. Abduh berusaha menghapus dikotomi ini.
Dengan melakukan lintas disiplin ilmu antar kurikulum
madrasah dan sekolah, maka jurang pemisah antara golongan ulama dan ilmuwan
modern akan dapat diperkecil. Pembaharuan pendidikan ini dilakukan dengan
menata kembali struktur pendidikan di Al-Azhar, kemudian di sejumlah institusi
pendidikan lain yang berada di Thanta, Dassuq, Dimyat dan Iskandariyah. Abduh
berharap, melalui upayanya melakukan pembaharuan di lembaga pendidikan Al-Azhar, maka pendidikan di dunia Islam akan mengikutinya. Sebab menurut pertimbangannya, Al-Azhar merupakan lambang dan panutan pendidikan Islam di Mesir secara khusus dan dunia Islam secara umum.
berharap, melalui upayanya melakukan pembaharuan di lembaga pendidikan Al-Azhar, maka pendidikan di dunia Islam akan mengikutinya. Sebab menurut pertimbangannya, Al-Azhar merupakan lambang dan panutan pendidikan Islam di Mesir secara khusus dan dunia Islam secara umum.
b.
Kurikulum
Ø Kurikulum
Al-Azhar
Kurikulum perguruan tinggi Al-Azhar
disesuaikannya dengan kebutuhan masyarakat pada masa itu. Dalam hal ini ia
memasukkan ilmu filsafat, logika dan ilmu pengetahuan modern ke dalam kurikulum
Al-Azhar. Upaya ini dilakukan agar out- putnya
dapat menjadi ulama modern.
Ø Kurikulum
Sekolah Dasar
Ia beranggapan bahwa dasar
pembentukan jiwa agama hendaknya sudah dimulai semenjak masa kanak-kanak. Oleh
karena itu, mata pelajaran agama hendaknya dijadikan sebagai inti semua mata
pelajaran. Pandangan ini mengacu pada anggapan bahwa ajaran agama (Islam)
merupakan dasar pembentukan jiwa dan pribadi muslim. Dengan memiliki jiwa keperibadian
muslim, rakyat Mesir akan memiliki
jiwa kebersamaan dan nasionalisme untuk dapat mengembangkan sikap hidup yang
baik, sekaligus dapat meraih kemajuan.
Ø Kurikulum
Sekolah Menengah dan Sekolah Kejuruaan
Ia mendirikan sekolah menengah
pemerintahan untuk menghasilkan tenaga ahli dalam berbagai lapangan
administrasi, militer, kesehatan, perindustrian dan sebagainya. Melalui lembaga
pendidikan ini, Abduh merasa perlu untuk memasukkan beberapa materi, khususnya
pendidikan agama, sejarah Islam, dan kebudayaan Islam. Dengan tujuan agar lahir
tenaga-tenaga ahli yang berwawasan keagamaan.
Di madrasah-madrasah yang berada di
bawah naungan Al-Azhar, Abduh mengajarkan Ilmu Mantiq, Falsafah dan Tauhid.
Sedangkan selama ini Al-Azhar memandang Ilmu Mantiq dan Falsafah itu sebagai
barang haram.
Ide-ide pembaharuan Muhammad Abduh di bidang
pendidikan tidak berjalan mulus. Terutama usahanya untuk menghapuskan dikotomi
antara pendidikan agama dan pendidikan umum, mendapat tantangan keras dari
guru-guru besar di Al-Azhar. Mereka menganggap bahwa pendidikan agama-lah yang
utama untuk dipelajari, sementara pendidikan umum itu haram dan tak layak untuk
dipelajari.
2.
Pembaharuan di Bidang Sosial
Keagamaan
Menurut Muhammad Abduh sebab yang membawa kemunduran
umat Islam adalah faham jumud (beku, statis) yang terdapat di kalangan umat
Islam. Karena faham jumud inilah umat Islam tidak mau berfikir dinamis untuk
mencapai kemajuan. Karena umat Islam bersifat statis dan berbegang teguh pada
tradisi, sehingga merasa tidak memerlukan perubahan. Untuk mencerahkan umat
Islam
dari kejumudan itu, Muhammad Abduh menerbitkan majalah Al-Manar yang mana penerbitan majalah ini diteruskan oleh muridnya yaitu Rasyid Ridha yang kemudian menjadi Tafsir Al-Manar.
dari kejumudan itu, Muhammad Abduh menerbitkan majalah Al-Manar yang mana penerbitan majalah ini diteruskan oleh muridnya yaitu Rasyid Ridha yang kemudian menjadi Tafsir Al-Manar.
Pembaharuan Muhammad Abduh pada bidang keagamaan antara lain :
·
Umat Islam harus kembali kepada
ajaran- ajaran Islam yang sesungguhnya (Al-Qur’an dan Sunnah) dan membersihkan
segala macam bentuk bid’ah dan khurafat. Umat Islam harus berani membuka pintu
ijtihad untuk menjawab berbagai persoalan yang dihadapi. Mereka harus melakukan interpretas ulang terhadap pendapat-pendapat ulama
masa lalu. Pendapat ulama tidaklah mutlak benar dan mengikat.
Menurut
Abduh ajaran Islam terbagi dua, yaitu masalah ibadah yang tidak banyak
memerlukan ijtihad dan masalah muamalah (sosial kemasyarakatan) yang menjadi
lapangan ijtihad. Untuk masalah yang kedua ini umat Islam tidak perlu
mempertahankan pendapat ulama masa lalu, apabila tidak sesuai dengan kondisi
sekarang. Pintu ijtihad harus dibuka seluas-luasnya terhadap masalah ini.
·
Akal mempunyai kedudukan yang sangat
tinggi dalam agama Islam. “Agama adalah sejalan dengan akal dan tidak ada agama
bagi orang yang tidak menggunakan akal”. Dari akal akan terungkap misteri alam
semesta yang diciptakan Allah untuk kesejahteraan manusia itu sendiri. Hanya
dengan ketinggian akal dan ilmu manusia mampu mendudukkan dirinya sebagai
makhluk yang tunduk dan berbakti kepada sang pencipta.
·
Ajaran Islam sesuai dengan
pengetahuan modern begitu pula ilmu pengetahuan modern pasti sesuai dengan
ajaran Islam.
3.
Pembaharuan di Bidang Politik
Selain mengajar, Abduh juga aktif dalam gerakan
politik. Ia membantu Jamaluddin Al-Afghani dalam menentang penguasa Khedevi
Taufiq. Akibatnya, Abduh dibuang ke luar Kairo setelah sebelumnya pada tahun
1879 Jamaluddin Al-Afghani disusir dari Mesir. Namun setahun kemudian Abduh
diizinkan kembali ke Kairo dan diangkat menjadi redaktur untuk surat kabar
Al-Waqa’I
Al- Mishriyah. Abduh tidak hanya memuat berita-berita perkembangan terkini Mesir, tetapi juga artikel-artikel tentang sosial, politik, pendidikan, hukum, kebudayaan dan agama. Di bawah kepemimpinan Abduh surat kabar ini sangat berpengaruh dalam membentuik opini publik, terutama semangat nasionalisme Mesir dan penentangan terhadap penguasaan Mesir atas Inggris. Selain itu, penguasa Mesir ketika itu sudah sangat jauh dalam kebijakan yang sangat pro-Inggris.
Al- Mishriyah. Abduh tidak hanya memuat berita-berita perkembangan terkini Mesir, tetapi juga artikel-artikel tentang sosial, politik, pendidikan, hukum, kebudayaan dan agama. Di bawah kepemimpinan Abduh surat kabar ini sangat berpengaruh dalam membentuik opini publik, terutama semangat nasionalisme Mesir dan penentangan terhadap penguasaan Mesir atas Inggris. Selain itu, penguasa Mesir ketika itu sudah sangat jauh dalam kebijakan yang sangat pro-Inggris.
Kondisi demikian membangkitkan semangat nasionalisme
Abduh untuk menanamkan kebenciannya pada Inggris. Ia ikut mendukung gerakan
pemberontakan kaum nasionalis Mesir di bawah
pimpinan Urabi Pasha. Namun pemberontakan ini gagal dan akibatnya Abduh
diasingkan dari Mesir pada tahun 1882. Dalam keadaan demikian, Abduh memperoleh
undangan dari Jamaluddin Al-Afghani untuk bergabung bersamanya di Paris.
Mereka menggerakkan umat Islam dunia dengan membentuk
organisasi al-Urwah al-Wutsqa (tali yang kukuh), yang bertujuan menyatukan umat
Islam melepaskan mereka dari perpecahan dan cengkraman bangsa-bangsa Barat.
Organisasi ini juga menerbitkan jurnal dengan nama yang sama dengan
organisasinya. Jurnal ini bertujuan menggerakkan umat Islam. Namun jurnal ini
hanya bertahan delapan bulan dan organisasinyapun bubar. Ia kembali ke Beirut dan menjadi guru di
sana. Selain itu ia juga
menyampaikan berbagai ceramah. Salah satu hasil ceramanya di Beirut yang dibukukan
adalah Risalah al- Tauhid.
Adapun ide-ide pembaruan Abduh di bidang politik
antara lain sebagai berikut:
·
Dalam hal kekuasaan, Abduh memandang
perlunya perubahan pemerintahan dari otoriter dan tidak dibatasi oleh peraturan
perundang-undangan kepada pemerintahan yang konstitusional. Karena menurutnya,
tanpa adanya konstitusi, maka akan timbul kesewenang-wenangan. Untuk itu Abduh
menekankan perlunya lembaga perwakilan untuk mengontrol kekuasaan dengan
memegang prinsip musyawarah yang dipandang dapat mewujudkan kehidupan politik
yang demokratis.
·
Dalam program Partai Nasional Mesir
yang dirumuskannya, ditegaskan bahwa Partai Nasional adalah partai politik,
bukan partai agama. Yang mana keaggotaannya terdiri atas orang-orang dari
berbagai kepercayaan dan mazhab, termasuk orang kristen dan yahudi. Partai ini
didasarkan atas kesadaran bahwa semua orang Mesir itu saudara, dan hak-hak
mereka dalam politik dan hukum sama.
·
Menurut Abduh, kepala negara adalah
penguasa sipil yang diangkat dan diberhentikan oleh rakyat. Karena itu, Abduh
menegaskan bahwa rakyat boleh menggulingkan penguasa bila ia bertindak tidak
adil.
Dalam melakukan perbaikan Muhammad Abduh memandang bahwa suatu
perbaikan tidaklah selamanya datang melalui revolusi atau cara serupa. Seperti
halnya perubahan sesuatu secara cepat dan drastis. Akan tetapi juga dilakukan
melalui perbaikan metode pemikiran pada umat islam melaui pendidikan,
pembelajaran,dan perbaikan akhlaq. Juga dengan pembentukan masyarakat yang
berbudaya dan berfikir yang bisa melakukan pembaharuan dalam agamanya. Sehingga
dengannya akan tercipta rasa aman dan keteguhan dalam menjalankan agama islam.
Muhammad Abduh menilai bahwa cara ini akan membutuhkan waktu lebih panjang dan
lebih rumit. Akan tetapi memberikan dampak perbaikan yang lebih besar dibanding
melalui politik dan perubahan secara besar-besaran dalam mewujudkan suatu
kebangkitan dan kemajuan. Sebagaimana telah didefinisikan bahwa pembaharuan
(tajdid) adalah kebangkitan dan penghidupan kembali dalam bidang keilmuan Islam
dan aplikasi sebagaimana pada zaman Rasullullah dan para sahabat yang selama
ini sempat hilang, terlupakan, bahkan terhapus dari umat Islam.
Sebagaimana telah diungkapkan oleh Muhammad Abduh bahwa metodenya
dalam perbaikan adalah jalan tengah. Dalam hal ini beliau membagi umat Islam
kepada 2 bagian yaitu:
1.
Mereka
yang condong kepada ilmu-ilmu agama dan apa yang berhubungan dengan itu semua.
Mereka itu yang biasa disebut al-muqallid.
2.
Mereka yang condong pada ilmu-ilmu dunia. Yang
silau dan kagum akan barat serta berbagai disiplin ilmu yang dimiliki,dan
kemajuannya dalam bidang materi.
Metode dalam
pembaharuan yang digunakan oleh Muhammad Abduh adalah mengambil jalan tengah
antara kedua kelompok di atas.
Menyeimbangkan antara kedua jalan tersebut yaitu antara kelompok yang berpegang
teguh pada kejumudan taqlid dan mereka yang berlebihan dalam mengikuti barat
baik itu pada budaya dan disiplin ilmu yang mereka miliki. Sebagaimana yang
diungkapan oleh Muhammad Abduh dalam metode pembaharuannya: “sesungguhnya aku
menyeru kepada kebebasan berfikir dari ikatan belenggu taqlid dan memahami
agama sebagaimana salaful ummat terdahulu”. Yang dimaksud dengan salaful umat
di sini adalah kembali kepada sumber-sumber yang asli yaitu al-Qur’an dan
al-Hadist sebagaimana yang dipraktikkan oleh para salafus shaleh terdahulu.[6]
PENUTUP
Sebagai
seorang pembaharu (modernis), ide dan pemikiran Abduh mencakup dalam berbagai
bidang. Pemikiran Abduh meliputi segi politik
dan kebangsaan, social kemasyarakatan, pendidikan, serta akidah dan keyakinan.
Walaupun pemikirannya mencakup berbagai segi, namun bila diteliti dalam
menggagas ide-ide pembaharuannya, Abduh lebih menitikberatkan pada bidang
pendidikan.
Pembaharuan
Di bidang Pendidikan, antara lain:
§
Sistem dan Struktur Lembaga
Pendidikan
§
Kurikulum
Pembaharuan
di Bidang Sosial Keagamaan,antara lain:
§
Umat Islam harus kembali kepada
ajaran- ajaran Islam yang sesungguhnya (Al-Qur’an dan Sunnah) dan membersihkan
segala macam bentuk bid’ah dan khurafat.
§
Akal mempunyai kedudukan yang sangat
tinggi dalam agama Islam.
§
Ajaran Islam sesuai dengan
pengetahuan modern begitu pula ilmu pengetahuan modern pasti sesuai dengan
ajaran Islam.
Pembaharuan
di Bidang Politik, antara lain:
§
Dalam hal kekuasaan perlunya perubahan pemerintahan dari
otoriter dan tidak dibatasi oleh peraturan perundang-undangan kepada
pemerintahan yang konstitusional.
§
Dalam program Partai Nasional Mesir
yang dirumuskannya, ditegaskan bahwa Partai Nasional adalah partai politik, bukan
partai agama.
§
Kepala negara adalah penguasa sipil
yang diangkat dan diberhentikan oleh rakyat
DAFTAR PUSTAKA
http://kabarwashliyah.com/2013/03/31/inovasi-pendidikan-islam-muhammad-abduh/#sthash.GtZou7gH.dpuf
http://makalahmajannaii.blogspot.com/2012/06/muhammad-abduh-usaha-pembaharuan.html
http://mahmued123.blogspot.com/2011/03/pemikiran-mohammad-abduh-dalam.html
[1] http://makalahmajannaii.blogspot.com/2012/06/muhammad-abduh-usaha-pembaharuan.html
di akses pada senin jam 12.42
[2] http://mahmued123.blogspot.com/2011/03/pemikiran-mohammad-abduh-dalam.html
di akses pd senin ,jam 12.44
[3] http://makalahmajannaii.blogspot.com/2012/06/muhammad-abduh-usaha-pembaharuan.html
di akses pada senin jam 12.42
[4] http://mahmued123.blogspot.com/2011/03/pemikiran-mohammad-abduh-dalam.html
di akses pd senin ,jam 12.44
[5] http://kabarwashliyah.com/2013/03/31/inovasi-pendidikan-islam-muhammad-abduh/#sthash.GtZou7gH.dpuf
di akses pada senin jam 13.12
[6] http://mahmued123.blogspot.com/2011/03/pemikiran-mohammad-abduh-dalam.html
di akses pd senin ,jam 12.44
BAGUS'' TAPI TANTANTANGAN TERHDP BNGSA BARAT DAN NASRANI APA?
BalasHapus