Minggu, 14 Juni 2015

bismillah, on going



Dulu, sebuah kata yang menggambarkan kejadian yang sudah kita lalui. Kata yang menyimpan begitu banyak misteri, rahasia, kenangan, dan hal-hal yang kadang lebih banyak menyakitkan daripada yang membahagiakan. Karena kebanyakan orang lebih tertarik membicarakan hal yang negative daripada hal positif. Menyedihkan memang, tapi faktanya seperti itu.
Masa lalu, kebanyakan orang yang hidup dimasa sekarang menyesalkan sesuatu yang pernah terjadi dimasa lalu. Ya, memang penyesalan selalu datang paling akhir. Meskipun sekarang kita melalukan hal paling terbaikpun bukan berarti dimasa mendatang kita tidak akan menyesal kan? Jadi, menyesal hanya sebauh pilihan yang selalu dijadikan sebuah alasan.
Kemarin, kejadian yang baru dialami beberapa waktu yang lalu. Dan yang pasti tidak sedikit orang yang juga ingin kembali memutar waktu meski hanya kejadian barusan. Seandainya waktu bisa bisa kembali.
Waktu, meski kita berhenti waktu akan berjalan melalui kita kemudian waktu berlalu seenaknya dan pada akhirnya kita menyesal karena berhenti melakukan sesuatu yang lebih berharga.
Huh..
Fyuuh..
Lupakan dulu masalah waktu, kemarin, masa lalu, dan dulu. Mereka akan selalu ada ditempatnya tanpa perlu kita usik. Perkenalkan nama gue Ocha, begitulah teman-teman memanggil gue. Di akta kelahiran gue, disitu tertera nama lengkap gue ‘Sri ocha kartika sari’. Aku anak semester tiga jurusan pendidikan matematika. Sebenarnya matematika itu mudah sebelum ada alphabet didalamnya. Maksud gue aljabar. Kalau berbicara soal matematika pasti kebanyakan orang bakal sepakat menjawab itu sulit.
Jujur, gue juga merasa tersesat mengambil jurusan ini. Tapi, takdir Tuhan yang membawa gue sampai disini sekarang. Gue punya dua saudara namanya Intang kelas 2 SMA lengkapnya ‘Laura bintang senja’ lahir pada saat senja, catet senja selalu melenakan mata. Kadang gue suka iri sama kecantikan adhe gue yang satu ini. Kecantikannya bisa meluluhlantahkan Konoha. Lebay.
Adik kedua gue namanya Aan ‘Muhamammad Farhan indiana’ dia masih sangat lucu, menggemaskan dengan postur tubuh yang tidak pada umumnya. Dia duduk dibangku kelas 5 SD. Mereka semua, maksud gue keluarga gue tinggal di jogja. Gue? Merantau ke kota yang antah berantah demi menempuh pendidikan gue yang ternyata gue merasa ‘kesasar’ pokoknya bukan gue bangetlah.
Gue belum punya cowo, apa-apa masih gue lakuin sendiri. Terakhir gue pacaran waktu SMP kelas 2. Entah udah berapa puluh tahun yang lalu. Sebenarnya gue pengen ngebuka hati gue lagi, tapi sayang gue lupa paswordnya. So, hati gue yang putih bersih ini, eh maksud gue merah masih tertutup dan belum bisa dibuka.
Gue merasa asik aja sendiri. Gue nggak perlu ribut, berantem, nggak perlu cemburu, dan nggak perlu galau. Sebenernya gue sering galau sih karena kadang iri sama mereka-mereka yang malam mingguan, jalan bareng, makan ada yang bayarin, belanja ada yang mengebiliin, kemana-mana ada yang nagganterin. Eh, maksud gue fungsi pacar bukan buat itu kan? Sorry.
Karena kelamaan sendiri akhirnya gue jadi cewe yang super duper cueknya. Sendirian itu nggak selamanya menyedihkan kok tapi nggak selamnaya menyenangkan juga. Hidup itu satu paket kan? Antara bahagia dan sedih pasti kita akan terus mengulang-ulang dua kejadian itu sampai kita mati. Jadi jalannin aja tanpa perlu banyak mengeluh.
Orang tua gue bukan orang yang kaya raya, bukan. Jadi, untuk menyeimbangkan gaya hidup gue sekarang gue kerja part time. Dari mulai privat, sampai kerja sosial, dan mengasuh anak orang. Gue sedikit-sedikit bisa nari, sedikit sedikit bisa main musik, sedikit-sedikit bisa nyanyi, sedikit-sedikit bisa nggambar, pokoknya gue bisa apapun meski itu sedikit-sedikit.
Gue orang yang suka memulai sesuatu dan kadang nggak menyelesaikan apa yang udah gue mulai. Mungkin karena gue takut akan hasil akhirnya. Bahkan gue nggak yakin kalau gue udah putus sama pacar gue waktu SMP. Gue hanya pergi meninggalkannya diam-diam. Berjalan mundur menjauhinya, karena rasa kecewa gue. Gue terlihat amat menyedihkan, bukan?
Jadwal kuliah gue padat merayap, ditambah lagi gue aktif dikegiatan ekstra dan intra di kampus. Gue orang yang nggak bisa focus akan satu hal, pengennya semua hal gue coba dan seringnya nggak membuahkan hasil karena gue nggak fokus. Gue orang yang gampang bosan, makanya gue sering gonta-ganti kerjaan part time. Sebenernya gue hanya lebih sering suka dengan hal-hal yang baru, hal yang lebih seru, hal-hal yang membuat gue penasaran. Meski pada akhirnya gue akan meninggalkan hal yang membuat gue penasaran itu.
Ditengah segudang kesibukan gue, gue punya hobi jalan-jalan. Traveling. Menurut gue jika ingin menikmati surga tanpa buru-buru meninggalkan dunia ya caranya Cuma satu. Keliling dunia. Just it. Sesimpel itu kan? Di Indonesia aja kita udah berasa kaya di surga, apalagi keliling dunia? Nggak usah dibayangin deh, ciptaan Tuhan emang selalu paling keren. Nggak ada duanya, gue jadi suka penasaran sama Surga yang sesunggunya. Nggak bisa membayangkan betapa menakjubkannya surga, bumi aja yang terlihat seperti sebutir debu di alam semesta ini indahnya begitu, ah nggak bisa digambarkan dengan kata-kata.
Gue bukan orang yang anti sosial, gue suka bersosialisasi dan tentunya banyak kegiatan sosial yang gue jalanin. Nggak bisa disebutkan satu persatu. Menurut gue dengan menolong dan mau berbagi itu menunjukan bahwa sebenarnya kita peduli.
Gue nggak terlalu suka membahas soal kuliah gue, sejak awal gue udah bilang kan? Gue seperti tersesat berada ditengah-tengah orang yang setiap hari makanan faforitnya adalah rumus-rumus. Cemilanya tuan x dan nyonya y melulu setiap hari. Gue meraya aneh menjadi bagian dari mereka.
Pertama, gue pengen cerita tentang kerja part time gue. Mengasuh anak lebih tepatnya mengasuh anak yang punya kelainan. Bukan, sebenarnya seorang anak yang punya keunikan yang nggak semua orang memilikinya.
Namanya Izzi, kalian boleh memanggilnya begitu. Yah, karena panggilannya memang begitu. Setiap hari sabtu dan minggu gue kerja di asrama sekolah anak-anak disabilitas. Kebanyakan mereka punya keunikan sendiri-sendiri. Diluar keterbatasan mereka, ternyata mereka mengajarkan gue akan bnayak hal. Gue jadi lebih bersyukur atas apa yang ada di diri gue.
Namanya rumah ‘Cinta’ sebuah yayasan yang ada asramanya sekaligus. Ada sekolah mulai dari pra-TK sampai SMA khusus anak berkebutuhan khusus. Kenapa gue memilih kerja disitu? Karena konon ceritanya pada jaman dahulu kala waktu gue menduduki bangku SMP gue pengen banget jadi seorang psikolog. Tapi entah kenapa, takdir Tuhan membawa gue kuliah di Pendidikan Matematika.
Allah is fair, you know? Buktinya sekarang ada jalan gue buat mendalami psikologi anak yang begitu unik di dinuia ini. Yah meski bukan jadi seorang psikolog. Jalan yang diberikan sama Tuhan emang the best banget.
Asramanya keren banget. Alat-alat yang ada disitu juga canggih-canggih, banyak yang langsung didatangkan dari luar negeri. Ya, karena emang di Indonesia belum ada. Intinya kerja disana gue merasa seneng banget.
Yayasan itu milik pribadi tapi banyak juga sumbangan dana dari luar negeri dan pemerintah. Gue kira uang rakyat Cuma dipakai buat korupsi doang. Ternyata emang ada yang disalurkan untuk mereka-mereka yang tepat. Meski lebih banyak yang dimakan oleh mereka-mereka yang punya jabatan dan haus akan uang.
Dulu, gue sempet iri sama teman-teman gue yang terlahir dari keluarga yang kaya. Sekarang, seiring berjalannya waktu gue nggak pernah merasa iri. Karena belum tentu juga kekayaan mereka didapat dengan cara yang benar. Liat banyak yang perutnya buncit karena memakan makanan yang bukan miliknya. Kasian.
***
“Ocha..”
“Iya?” seseorang memanggilku dan aku menoleh
“Nanti LPJan ya, mulai pukul 2” kata Deni mengingatkan. Kubalas hanya dengan anggukan.
Hari ini tugas begitu menumpuk, tugas dari bu Arni, pak Heru, LPJ BEM Fakultas. Bisa nggak gue ketemu sama Naruto dulu? Pengen belajar jurus seribu bayangan sama dia. Kali aja gue juga bisa punya seribu kembaran gue. Biar gue yang asli bisa tidur cantik dan gue yang palsu bekerja sesuai tugas-tugas gue. Pas gue bangun, semua udah kelar. Stop, hentikan khayalan gue.
Gue berlari menuju kost-an gue yang jaraknya kurang lebih dua ratus meter dari fakultas. Pasti sahabat gue yang paling unyu sudah tiba di kost lebih dulu. Secara dia tipe mahasiwa kupu-kupu (kuliah-pulang, kuliah-pulang) gue kadang heran sama teman sekamar gue itu apa hidupnya tidak pernah mengalami kebosanan menjalankan aktifitas yang begitu-begitu aja.
“Baru pulang, mau pergi lagi? Gue udah beli makan. Tuh diatas meja” kata Anggi
Gue hanya mengangguk pelan. Mata gue melirik sosok yang ada disebelah gue
“Ngapain loe cengar-cengir? Ada setan yang berani merasuki tubuh loe?”
“Hemm, coba tebak?”
“Apaan Nggi? Gue lagi males bercanda”
“Tebak aja!”
Muka gue langsung berubah sadis penuh kecurigaan
“Nggi, nggak mungkin kan?”
“Nggak mungkin loe itu mungkin Cha. Gue balikan lagi sama Andri”
“Ya ampun nggi, insyaf loe Nggi! Woy, sadar!” gue melempar bantal tepat ke muka Anggi
“Ngucapin selamat kek, sahabat jahat loe! Temen seneng bukannya ikut seneng”
“Selamat ya, sebentar lagi juga loe bakalan galau lagi, nangis lagi. Kalau loe lagi mengalami masa itu jangan cari gue, gue nggak mau bertanggung jawab” gue mengambil handuk dan pergi ke kamar mandi
Gue heran sama sahabat gue yang satu itu, hatinya luas banget. Meski tau rasanya disakitin berkali-kali dia masih bisa bertahan. Sahabat gue itu namanya Anggi, dia punya pacar yang namanya Andri.
Kalian harus tau, Andri itu bukan manusia. Dia itu makhluk yang jahat, sering membuat hati sahabat gue gundah gulana. Ya ampun cinta itu emang bener kaya micin, kalo kebanyakn bikin bego. Buktinya itu, Anggi.
Dia jadi bego kalo lagi jatuh cinta. Seperti sekarang ini, dia lupa kalo Andri sering bikin dia sakit. Gue bingung, Anggi sadar apa enggak mencintai manusia yang satu itu. Meski Anggi tau bagaimana rasanya jatuh berkali-kali, tau betul bagaimana rasanya sakit berkali-kali dia masih bisa bertahan, merasakan bagaimana rasanya bahagia bisa mencintai seseorang. Meski jatuh berpuluh-puluh kali, Anggi tau betul ia akan kembali. Mungkin dia belajar dari filosofi Hutan.
Ah, sudahlahlah. Tapi Anggi masih lebih baik dari gue. Gue? Gue lupa bagaimana cara mencintai seseorang, gue lupa rasanya dicintai oleh seseorang. Gue lupa, dan gue nggak ingat siapakah cinta itu? Bagaimana sosok cinta itu, apa cinta itu, sampai sekarang gue belum bisa menjawabnya.
Anggi beruntung masih bisa bertahan mencintai seseorang, gue sendiri aja nggak tau bagaimana caranya mempertahankan seseorang. Kenapa sampai sekarang gue masih betah sendiri? Karena gue takut, gue selalu takut untuk belajar lagi mencintai seseorang yang baru, memberikan hati gue pada orang yang baru, gue takut gue akan kecewa lagi nantinya.
Dulu gue pernah benar-benar mencintai seseorang hingga orang itu memperlihatkan sendiri kalau dia nggak pantas dicintai secara benar. Dia mengecewain gue, sangat. Tidak, sebenernya bukan dia yang membuat gue kecewa hanya saja angan-angan gue yang terlalu tinggi tentangnya hingga membuat gue begitu kecewa dan terluka.
Terluka, semua orang pernah mengalaminya kan? Time heals every wound, waktu bisa menyembuhkan semua luka. Bagaimana bisa luka itu masih menganga hingga sekarang. Sekuat apapun gue menyembunyikan luka itu, sekeras apapun gue mencoba melupakannya, ia senantiasa hadir tanpa pernah gue minta. Terus menghantui setiap saat, membuat gue terus terluka.
Gue tidak bisa melupakannya, makhluk menyebalkan itu, makhluk jahat itu. Gue nggak bisa lupa. Senyum tengilnya, tawa renyahnya, muka juteknya, gaya ngambeknya, gurauan manjanya, hingga helaan nafasnya, gue benar-benar ingin melupakannya. Bagaimana bisa gadis polos kelas 2 SMP bisa benar-benar jatuh cinta sebegitu dalamnya.
Gue kadang iri sama mereka yang mudah sekali jatuh cinta, cinta saat SMP mungkin hanya menjadi bagian dari cinta monyet mereka-mereka. Sekadangkan gue? Kenapa gue nggak bisa seperti orang normal lainnya?
Hentikan membicarakan masa lalu gue, gue mati-matian menyembunyikannya. Gue tau betapa sakitnya ketika gue mengingat dan menceritakan luka-luka itu.
***
Gue menderita penyakit Eccedentesiast. Kalian baru mendengarnya? Sejak luka itu membuat gue sakit, gue mulai mengidap penyakit itu. Semakin gue merasa sakit, penyakit itu makin kuat berkembang dalam tubuh gue.
Bahkan Anggi tau bagaimana rasanya menghadapi ‘sakit’ itu sendirian. Gue dan Anggi hampir mempunyai Luka yang sama. Masing-masing masing-masing dari kami punya cara sendiri untuk tetap bisa bertahan hidup.
Seandainya gue bisa seperti Anggi, memilih bertahan dan tetap mencintai meski tau nantinya akan terluka lagi. Tetakutan terbesar dalam hidup gue adalah diri gue sendiri. Kadang gue merasa takut untuk menemui diri gue sendiri. Dulu sakit yang selalu membuat gue takut, tapi keadaan sekarang menjadi berbalik ketakutan yang dulu selalu membuat gue sakit.
Anggi, kamu beruntung Bisa mengerti cinta lebih dari gue. Gue selalu ingin belajar tentang cinta. Tapi, ketika cinta itu mulai datang gue justru menghindarinya dan sangat keras menolak kehadirannya.
“Woyyy…” anggi berteriak mengagetkan sambil menepuk pundak gue
“Hmmm, kenapa?” gue meminta jawaban
“Jangan melamun, awas ati-ati loh!”
“Kenapa?” gue lebih tegas bertanya
“Katanya tanpa sadar melamun itu bisa cepat mengakibatkan penuaan dini. Ihh ntar loe jadi tua sebelum waktunya.”
“Biarin”
“Nggak boleh Cha. Nggak tua aja loe belum laku apalagi tua?”
“Sialan loe!”
“Temenin gue beli baju yuk!? Lusa Andri mau kesini. Gue harus tampil cantik”
“Cinta itu bisa menerima apa adanya”
“Kaya loe tau aja apa itu cinta, meski cinta bisa menerima apa adanya. Cantik itu perlu buat mempertahankan cinta. Gitu aja nggak ngerti, bego loe! Makanya loe nggak laku-laku penampilan loe apa adanya banget gitu”
“Sialan, sejak kapan kemampuan menghina loe meningkat gitu”
“Sejak gue berteman sama loe, secara tidak langsung gue mengasah keahlian menghina gue. Habisnya loe begitu sangat sangat menderita. Mana tahan mulut gue nggak menghina penderitaan loe”
“Kampret, gue mandi dulu yah”
“Biasanya juga nggak mandi, tumben”
“Kata loe barusan, cantik itu perlu”
“Dasaaaar, sono jangan pake lama!” perintah Anggi dan gue bergegas pergi ke kamar mandi
Anggi tau banget kalau gue makhluk yang paling benci mandi. Buat gue, mandi itu seperti pilihan ganda. Kita hanya boleh milih satu. Pagi, Siang, Sore, atau Semuanya salah. Gue kadang sering milih yang terakhir, Semuanya SALAH.
***
Anggi dan gue memutuskan untuk berbelanja baju-baju. Kalian tahu sendiri kan berapa banyak waktu yang dihabiskan untuk berbelanja. Kami, para wanita akan rela dan senang hati berjalan-jalan menyinggahi setiap toko hanya untuk membeli sebuah baju. Kalau biasanya cowo-cowo membeli sesuatu yang limited edition wanita biasanya memilih sebaliknya. Kita suka sama sesuatu karena sebelumnya kita pernah melihat seseorang memakai sesuatu yang bagus lalu kita mencari sesuatu itu. Kita tertarik karena orang lain terlihat menarik ketika memakainya. Aneh kan?
“Cha, kira-kira Andri bakal pergi ninggalin gue lagi nggak ya?”
Gue hanya menatap penuh prihatin sahabat gue yang satu ini
“Gue terlihat menyedihkan ya Cha?”
“He’em”
“Gue tau meski nantinya gue bakal dicuekin lagi dan Andri bakal pergi lagi, loe tau kan gue bakal terus menunggunya dan berharap akan ada happy ending”
“Gue nggak bisa ngomong apa-apa Nggi, tapi loe lebih baik dari gue soal mempertahankan orang yang bener-bener loe cintai.”
“Loe pasti kecewa banget ya Cha? Seberapa kecewa Cha? Sampai-sampai loe melarikan diri kaya gini”
“Gue nggak tau Nggi. Gue kira melarikan diri akan menyelesaikan semuanya. Ternyata melarikan diri itu lebih menyakitkan. Udah ya jangan bahas itu”
“Iya Cha” jawab Anggi dan diam sejenak sebelum melanjutkan
“Mau beli canai Cha?”
“Tawaran yang menggiurkan, ayo!! Anakonda yang ada diperut gue harus gue rawat dari tadi sudah meronta-ronta”
Selesai berbelanja gue mampir membeli makan, roti canai. Selain makan gue bener nggak tau apa-apa. Apalagi soal melepaskan seseorang, gue buta akan sesuatu yang seperti itu. Gue hanya meyakini seseorang yang ditakdirkan untuk pergi pasti ia akan pergi. Tak peduli seberapa keras kita menahannya, kita harus melepaskannya karena pada akhirnya mereka akan tetap pergi dari kita.
Mungkin karena rasa kecewa yang begitu dalam hingga saat ini gue gak bisa melupakan Tomi. Gue tau kalo gue jatuh cinta pada orang yang salah. Tapi bukan suatu kesalahan kan kalo gue bersalah. Jatuh pada orang yang salah apa terlihat menyedihkan? Esok, jika suasana hati gue sudah sedikit membaik dari sekarang. Ketika gue siap jatuh lagi, gue pengen jatuh pada seseorang yang tepat dan gue akan jatuh sejatuh-jatuhnya. Hingga saat itu tiba nantinya, gue berharap gue menyadari kalo gue akan jatuh pada orang yang tepat dan benar.
***
masih berlanjut...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar