![]() |
sumber gambar : google |
Minggu-minggu
kemaren, minggu ini, dan minggu besok gue menghadiri banyak banget resepsi
pernikahan. Sepertinya April adalah bulan untuk menikah. Mulai dari temen pas
putih abu-abu, biru putih, semuanya menikah. Sampai gue berulang-ulang
menanyakan pertanyaan yang sama ke diri gue sendiri “kapan giliran gue?”
kapan gue menikah? Gue juga pengen menyempurnakan agama gue kaya mereka.
Bukan
Cuma gue aja loh yang nanya kayak begitu, beneran deh. Temen-temen gue yang
belum ketemu sama pangerannya juga menanyakan hal yang sama. Terus abis itu
muncul pertanyaan kedua, “kenapa gue nggak nikah-nikah yak? Apa yang kurang
coba?” lalu pertanyaan-pertanyaan selanjutnya muncul bertubi-tubi membuat stress
ini kepala.
Seperti
pertanyaan kira-kira siapa
yah, suami gue? Pokoknya pertanyaan ini membuat stres deh
ketimbang memikirkan judul skripsi, sumpah deh! Seneng sih ketika diundang sama
temen saat pesta pernikahannya, tapi sebagian hati kecil ini kadang iri (dasar
sifat manusia). Kadang suka ngrasa kepedeaan, padahal kan menurut gue. Gue lebih baik dari dia,
kenapa dia udah gue belum nikah? Nah, akhirnya sering
nyesek sendiri.
Memang
ya, gue akui sebagai seorang perempuan. Gue ini perempuan loh, awas yang masih
suka nganggep gue laki-laki sini gue timpuk! Sembarangan. Oke kembali ke jalan
yang benar. Sebagai seorang perempuan di umur yang mendekati angka 25 kalo
belum nikah itu seperti beban berat men. Apalagi gue hidup dibawah kaki gunung
yang notabennya itu sedikit terpencil. Kalo sudah memasuki angka lebih dari 25
itu dianggap perawan tua. Nonsen banget.
Itu
tuh menjadi tekanan batin banget teman. Belum lagi kalau mengahdiri undangan.
Muncul pertanyaan-pertanyaan “kapan nyusul, us?” gila, itu pertanyaan yang
mematikan banget, kan?
Kenapa
ya gue kok belum nikah-nikah? Padahal kan gue merasa gue udah siap menikah. Gue
juga udah merasa persiapan gue udah lebih dari cukup. Apa yang kurang dari gue,
sih? Hingga Allah masih merahasiakan pangeran gue dari gue.
Bisa
jadi karena gue terlalu mempersiapkan banyak hal hingga gue lupa sama hal-hal
sepele. Mungkin saja kan Allah masih nyimpen pangeran gue karena sebenernya
pangeran gue yang belum siap.
Gue
sih memaklumi akan hal itu. Sebagai seorang laki-laki pasti memerlukan banyak
banget persiapan. Harus kerja dululah, nabung dululah buat biaya nikah,
mempersiapakan ini dululah, mempersiapkan itu dululah. Gue paham, karena
seorang pangeran akan bertanggung jawab penuh nantinya terhadap kehidupan sang istri.
Banyak cara yang bisa dilakukan untuk mencintai, salah satunya menunggu. Dan
lagi-lagi gue harus sabar menunggu pangeran gue memberanikan diri ke rumah gue
untuk melamar gue. (catet: menunggu)
Atau
mungkin gue belum banyak persiapan. Menurut gue, gue udah siap untuk menikah.
Tapi bisa saja kan menurut Allah gue sama sekali belum siap. Bisa jadi, kan?
Sebabnya
bermacam-macam sehingga Allah belum mendatangkan pangeran gue untuk datang
melamar ke Orang tua gue dan menikahi gue. Gue harus banyak memperbaiki diri,
apa sih yang masih kurang dalam diri gue? Kok Allah belum menikahkan gue dengan
pangeran gue?
Gue
kan nggak doyan sayur. Mungkin pangeran gue bisa menerima gue apa adanya banget
tapi bisa saja kan keluarga pangeran gue nggak bisa menerima gue apa adanya
seperti pangeran gue. Pernikahan kan bukan Cuma menyatukan dua insan, tapi dua
keluarga menjadi satu. Mungkin saja Allah sedang memberi waktu buat gue untuk
belajar makan sayur. Allah mau ngasih tau ke gue bahwa Sayuran itu enak, loh!
Sayuran itu menyehatkan, loh!
Alasan
Allah masih menyimpan pangeran gue mungkin karena hal-hal kecil seperti itu
yang luput dari pandangan gue. Gue terlalu fokus mempersiapkan hal-hal besar
hingga lupa akan hal-hal yang kecil. Allah maha Tau, sedang gue sering lupa!
Mungkin
pangeran gue nggak suka Traveling, nggak hobi jalan-jalan kaya gue. Mungkin gue
harus belajar untuk mengurangi porsi berpergian gue. Mungkin Pangeran gue itu
sukanya dirumah, didalam kamar, dan didepan komputer seharian. Mungkin saja
kan? Allah sebenernya lagi mengajarkan gue untuk nggak melupakan hal sepele
seperti ini. Bisa saja kan hal semacam ini akan memicu keributan dimasa
mendatang setelah menikah, kenapa gue sebodoh ini? Berarti gue kurang banget
persiapannya, pangeran jangan datang terlalu cepat,
ya!!! Datanglah tepat waktu saat kita sudah sama-sama
siap.
Atau
bahkan pangeran gue itu orangnya sangat pendiam, tau sendiri kan gue kalo udah
sekali ngomong susah ngremnya. Gue sadar gue itu gadis pendiam yang nggak bisa
diam. Oke berhenti bicara soal keburukan gue. Pastinya, Allah itu nyuruh gue
buat belajar lagi mengendalikan omongan gue, untuk memikirkan dulu sebelum
negeluarkan kata-kata.
Kalo
menganut ilmu padi yang semakin berisi semakin menunduk kayaknya gue nggak
masuk kedalamnya deh. Apes banget gue ada paham seperti itu. Yang jelas gue
harus mengendalikan diri gue sedemikian rupa. Iya, kan?
Gue
semakin sadar, ternyata gue belum siap untuk menikah dan ternyata gue belum
mempersiapkan apa-apa. Mungkin saja pangeran gue levelnya itu diatas gue. Jadi
Allah sedang menyuruh gue untuk memantaskan diri agar selevel dengan pangeran. Mungkin
gue harus lebih banyak mendalami ilmu agama biar gue bisa mengajari anak-anak
gue entar. Biar mereka tidak tersesat dijalan yang salah. Ternyata gue belum siap
menikah pangeran.
Memang
sih, di umur gue yang udah nggak muda lagi (menurut orang-orang desa) ini
tekanan batin banget nget. Jreeeng *muncul bola bohlam dikepala gue* *oh, gitu*
gue harus banyak merenung kali ini. Kira-kira persiapan apa lagi yang harus gue
persiapkan untuk menyambut pangeran gue nanti, disaat yang tepat itu datang.
Mungkin
Allah itu sebenernya sangat Rindu berat sama gue. Sepertinya gue jarang banget
sekarang bangun malam, puasa sunah, sholat sunahnya juga jarang banget,
seringnya Cuma tahajudan mulu. Pastilah Allah Kangen sangat, masa kaya gini aja
gue nggak ngerti-ngerti. Allah pasti Rindu mendengar gue nangis-nangis dan
mengadu, menumpahkan segudang keluh kesah gue hidup di dunia, meminta setumpuk
permintaan-permintaan gue. Pastilah Allah rindu permintaan-permintaan gue. Gue
kan gadis yang banyak maunya.
Udah
pasti banget Allah kangen beraaat sama gue. Gue yang sibuk memikirklan dan
bertanya kenapa, kapan pangeran gue datang hingga lupa hanya sama Allah tempat
gue bergantung. Selama ini gue udah dikecewain banget sama manusia, pastilah
Allah sangat kecewa ke gue. Gue Hampir ngeduaian Allah dengan pangeran gue.
Harusnya,
kan gue semakin ngedeketin Allah, ngrayu-ngrayu Allah. Malah gue sibuk dengan
asumsi-asumsi gue yang gak masuk akal. Mungkin pangeran gue si A, mungkin si B.
apalah-apalah banget kan gue. Gue mah orangnya gitu. Kalau lagi suka sama sesuatu
suka asik sendiri. Maafin Hambamu ini ya Allah yang sudah lalai dan lengah
untuk muhasabah diri.
Gue
tau, dan sadar diri banget kalo gue orangnya super duper cueknya ke orang.
Apalagi ke cowo. Mungkin saja pangeran gue itu orangnya sangat perhatian ke
gue. Allah lagi mengajarkan gue untuk lebih peduli lagi ke orang. Gue kan orang
yang paling nggak suka ikut campur sama urusan mereka, gue suka dan lebih
peduli sama diri gue sendiri. Disitu kadangsuka ngrasa sedih.
Bisa
saja kan pangeran gue itu orangnya khawatiran banget sedangkan gue yang
sekarang cuek banget. Mana boleh gue nyuekin suami gue nantinya. Gue masih
harus banyak latian buat lebih peduli lagi.
Atau
cara gue deket sama lawan jenis selama ini salah. Tidak sesuai sama tuntunan,
dsb. Gue masih mau dideketin cowo yang nggak
jelas, masih mau jalan sama cowo, masih suka tertawa renyah didepan cowo.
Mungkin saja Allah sebel akan hal itu, Allah lagi nyuruh gue buat belajar lagi
untuk hati-hati sama cowo. Yang bilang suka tapi nggak ngelamar-ngelamar. Nah,
itu tipikal cowo yang PHP. Itu mah bukan cowo tulen, jadi gue harus lebih
hati-hati lagi intinya.
Nah, mungkin saja gue malah melupakan poin utamanya. Gue
khilaf sama inti yang sesungguhnya yang mau Allah ajarkan dan kasih tau ke gue
kenapa gue belum nikah-nikah. Kata Allah :
Kamu itu sholatnya
perlu dibenerin lagi, bacaannya disempurnain lagi
Puasanya dimantepin
lagi, sholatnya sunnahnya ditekunin lagi..
Kamu itu masih kurang
sabar, ikhtiarnya masih kurang..
Suamimu itu ingin kamu
menjadi bidadarinya sampai ke surga..
Masa calon bidadari
kaya gitu ?
Kamu harus jadi lebih
baik lagi..
Fokus kamu sekarang
itu harusnya memperbaiki diri,
bukan penasaran siapa
pangeran kamu..
jangan tergoda sama
hal-hal duniawi,
fokuslah untuk
kehidupan yang hakiki..
siaap
ya Allah, maafin hambamu yang tidak tahu ini ya Allah. Ingat, fokus gue saat
ini bukan sibuk mempertanyakan pangeran gue. Tapi harus memantaskan diri untuk
menjadi bidadari buat pangeran gue hingga ke SurgaNya.
Mungkin selama ini gue banyak sekali melakukan kesalahan,
melakukan banyak dosa, kadang masih suka ngebohong, kadang inilah itulah,
kelakuan gue banyak yang belum benernya, pokonya suka apalah-apalah banget deh.
Mungkin karena itu semua Allah ngambek sama gue hingga sampai saat ini masih
merahasiakan pangeran gue.
Diluaran sana mungkin banyak orang yang tidak menyesal, tidak
dikasih tau dan diberi petunjuk sama Allah untuk memperbaiki diri. Tapi karena
banyak kesalahan yang gue lakukan, Allah masih sayang dan masih mau negur gue
buat memperbaiki diri menjadi lebih baik. Terimaksih atas hidayahMu yang tiada
terkira ya Allah.
Pertanyaannya sekarang bukan kenapa ? tapi bagaimana gue
mempersiapkan diri menuju pernikahan bukan pula pertanyaan kapan ? tapi
bagaimana gue menjalani prosesnya menuju pernikahan. Apa sudah sesuai sama
syari’at atau asal-asalan.
Pangeran, hari ini gue belajar banyak hal. Allah udah ngasih
clue buat gue pecahin. Dan kata Allah sebenernya kamu itu ada disekitar gue.
Allah belum menunjukan jalannya untuk kita berdua, sabarlah pangeran kita pasti
akan bersatu.
Kata pria berkacamata yang popoler disapa Afgan itu bilang
disalah satu lagunya kalau jodoh pasti bertemu, ku kan memilikimu. Sampai bertemu ditempat dan waktu yang tak kita duga
pangeran.
Meski sekarang langkah yang kita ambil berbeda, semoga tujuan
kita sama. Semangat mencari istana gue pangeran! Terimakasih sudah memilih gue
dan memperjuangkan gue untuk sesuatu yang halal. Selamat bertemu dipelaminan
pangeran, semoga tidak hanya bertemu tapi disatukan dalam sebuah ikatan yang
hakiki hingga ke jannahNya. Amin
Ciberem, 21 April 2015
Saat hari Kartini,
pertanyaan ini muncul dan pelajaran ini datang.
Pangeran, cintai aku
karena Allah, ya. Selamat hari KARTINI, semuah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar