Terlihat
sepatu hitam berkaos kaki putih berjalan tegap melewati keramik-keramik yang
terlihat seperti rumah sakit. Berjalan pelan tapi pasti hingga melewati lorong
panjang yang menghubungkan kelas IPA dan bahasa. Masih perlu beberapa belokan
sebelum kantin dia berhenti. Diliriknya papan kayu bertulis IPS_2.
Seseorang
bersepatu hitam itu tersenyum dan melambaikan tangan kepada tiga sahabatnya.
Sahabat yang selalu menemaninya dalam keadaan apapun, bahkan saat hal
terGILApun mereka bertiga setia menemani seseorang bersepatu hitam itu.
“Al…”
sapa Panji disusul dengan Arfah dan Adi
Mereka
berempat berjalan menuju kantin. Dengan penuh percaya diri Panji menggoda cewek
yang sedang duduk sendirian. Cewe itu tersenyum malu dan keempat cowo itu
tertawa. Arfah bangkit, berjalan dan memesan makanan.
“Empat
mangkok bakso plus es teh nggak pake lama” kata Arfah pada mbak mbak penjaga
kantin sambil tersenyum.
Meja
kayu panjang berwarna coklat tua menjadi furniture pokok di kantin. Mereka
berempat sedang sibuk membicarakan persiapan pertandingan sepa bola
persahabatan antar sekolah sambil sesekali melahap makanannya. Dari mulai A
sampai Z tak ada satupun yang terlewat dibicarakan.
Obrolan
mereka buyar saat ada kakak kelas yang kecantikannya keterlauan lewat didepan
meja mereka. Cewe itu tersenyum ramah dan berjalan berlalu dari ke empat cowo
yang tak berkedip sama sekai sedari tadi.
Sosok
cewe itu sudah tak terlihat, tapi Al masih terbengong. Al mulai membayangkan
yang tidak-tidak. Membayangkan Al berjalan bersama cewe yang baru dilihatnya
dan berkenalan, ngajak jalan, dan jadian.
“Woii,
nglamun terus! Orangnya udah nggak ada” sergah Panji membuyarkan lamunan Al
pada gadis yang baru saja dilihatnya.
Diantara
ke empat cowo keren itu, Al dan panji yang akrab dan terlihat paling kompak.
Seperti saudara kandung tapi tak jarang terlihat bagai kucing dan anjing.
Sepulang
sekolah, seperti biasa mereka tongkrongan bareng di ruang Osis. Bukan
merencanakan kegiatan tapi pada ngrumpi sambil ngemil. Terutama Arfah yang
badannya paling subur. Bisa dilihat didalam tasnya tersedia aneka macam makanan
seperti Alfamart berjalan.
“Guys,
kalian tau Eva nggak?” Tanya Panji serius
“Eva
siapa? Yang satu kelas bareng Al?” jawab Arfah antusias
“Iya,
Eva nita sari. Kayaknya aku naksir berat sama dia” sambung Panji lebih
bersemangat
“Suruh
Al aja yang PDKT sama cari cari info lengkap tentang Eva” usul Adi tak mau
ketinggalan
“Nanti
disamber Al sekalian” ucap Panji terkekeh, dan mereka ber empat tertawa
Eva
gadis yang baik hati dan komunikatif. Berwajah oval nan menawan, Senyumnya
mampu merontokkan bunga setaman. Dengan potongan segi sasak sepinggang membuat
Eva tampak sederhana dan tidak sombong.
Keseharian
Al hanya sibuk mencari informasi mengenai kakak kelas yang pernah dilihatnya
sekali waktu di kantin. Setelah beberapa kali survey dan melakukan penelitian
sambil wawancara sana-sini secara intensif. Al memperoleh hasil akhir dan
menyimpulkan yang mampu membuatnya terbang. Bahwa kakak kelas yang pernah ditemuinya
waktu itu bernama lengkap Adelia rahma, suka sekali makan singkong keju dan
hobi mengoleksi barang-barang berbentuk Doraemon. Anak pertama dari dua
bersaudara dan hobi main Bulu tangkis.
Pendekatan-pun
mulai digerakkan, serta dorongan dari ketiga teman gilanya membuat Al pantang
menyerah. Sebenarnya Panji sedikit protes karena Al dianggap cowo abnormal yang
otaknya sedikit nggak beres, Naksir sama cewe yang lebih tua. Menurutnya itu
menjadi sebuah kelainan yang akut. Kenapa nggak naksir sama emak-emak sekalian
biar menghasilkan duit. Hal ini sempat membuat Al dan Panji berantem persis Tom
and Jerry. Arfah dan Adi Cuma geleng-geleng kepala tak mau melerai karena
dianggap sudah biasa.
Dengan
sikap Rahma yang welcome terhadap siapapun membuat Al mudah masuk dalam
kehidupannya. Al suka secara sengaja menaruh singkong keju kedalam tas Rahma
dengan selembar kertas bertuliskan semangat
tak lupa nama Al pun ikut mejeng dikertas itu. Hampir setiap hari selalu
begitu. Dengan uang jajan yang pas-pasan Al dibela-belain nggak main futsal
demi membelikan makanan Rahma setiap hari.
Kedekatan
yang sudah mulai berjalan lancar disalah artikan oleh Al. Al mengira Rahma
memberi lampu hijau untuk menjadi kekasihnya. Setiap hari Al selalu mengantar
jemput Rahma persis seperti tukang ojek. Tapi karena cinta apapun terkadang tak
masuk akal.
“Al
sekarang jarang ikut latihan semenjak deket sama Rahma” kata Panji yang dari
awal kurang setuju dengan Al
“Namanya
juga cinta Nji, kita sampai dilupain” sambung Adi yang mulai sejalan dengan
Panji
“Boro-boro
latihan. Rapat Osis pun udah nggak pernah kelihatan. Sebentar lagi kan masa
kepengurusan kita berakhir.” Arfa ikut menambahkan
Hanya
karena cewe Al berubah. Panji, Arfa dan Adi merasa tak dianggap. Al juga jarang
menyapa mereka. Menurut mereka Al lebih mementingkan egonya sendiri disbanding
sahabat-sahabatnya.
“Nji
mendingan ntar kamu mapir kerumah Al. ajak bicara dia, kan kamu yang paling
dekat sama Al dibanding kita-kita” usul Adi yang terlihat sedikit bijak
ketimbang yang lainnya.
Panji
menjawab dengan anggukan kepala. Dan mereka siap-siap menuju lapangan hijau
untuk bermain sepak bola. Padahal dulu, bagi Al bola adalah segalanya. Tapi
sekarang bagi Al Rahma jauh lebih penting dari bola, Rahma akan menjadi masa
depannya.
“Ma,
aku mau ngomong sesuatu” ucap Al penuh keringat dingin seusai nonton bareng
rahma
“Kenapa
Al? mukanya serius banget” jawab Rahma pendek
Al
malah makin tegang, pernafasannya menjadi tak teratur, jantungnya berpacu lebih
cepat. Kemudian Al menarik nafas panjang, dan memegang tangan Rahma. Rahma
sedikit bingung dan kaget
“Al….”
sapa Rahma kembali
Al
mengumpulkan kekuatan, Al yakin ini waktu yang tepat. Atau mungkin kurang
tepat. Baginya entah sekarang, besok, atau kapanpun ia akan mengucapkan kalimat
yang sama.
“Ma,
selama ini kita udah saling dekat kan? Aku rasa ini waktu yang tepat.
Sebenarnya..”
“sebenarnya..?”
ulang Rahma
“Sebenarnya
aku dari dulu, sejak aku melihatmu pertama kali saat dikantin. Perasaanku tetap
sama. Bahwa aku mencintai kamu. Kamu mau nggak jadi pacar aku, dan kita coba
lewati hidup bersama sebagai sepasang kekasih?” kata Al lega dan tegang
menunggu jawaban rahma
“Nggak
bisa Al” jawab Rahma kemudian
Persendian
Al jadi lemas, tak berdaya. Tulang-tulangnya ikut patah bersamaan dengan
hatinya yang tiba-tiba pecah
“Kenapa?”
Tanya al penasaan
“Maaf
Al, tapi aku lebih suka sama orang yang lebih dewasa di banding aku”
“Umur
lebih tua bukan berarti lebih dewasa kan?” protes Al yang merasa perjuangannya
selama ini sia-sia
“Sekali
lagi maaf Al, tapi kamu masih boleh jadi temen aku kok”
Al
terdiam dan secara otomatis balik badan dan meninggalkan Rahma sendirian di
Bioskop. Al ingin marah, tapi pada siapa dia harus marah? Al mengambil motornya
diparkiran dan melaju menuju lapangan. Tempat ternyaman untuk melampiaskan
semua ekspresi perasaannya. Dengan berteriak sekeras mungkin.
Al
kembali menekuni kegiatannya bersama tiga sahabat sejatinya sebelum sempat
Panji berbicara. Kesehariannya kembali seperti dulu, kumpul di ruang Osis dan
main sepak bola, malamnya main futsal dengan teman-teman seTimnya.
Panji
merasa gerah dengan sikap Al belakangan ini, jika butuh ia datang padanya dan
jika bosan pergi seenaknya yang Al mau. Al sebenarnya merasa bersalah, sudah
menomor satukan Rahma dan mengesampingkan sahabatnya yang selalu ada untuknya.
Al mengambil jaket warna hitam yang dia buat kembaran bersama tiga sahabatnya.
“Al
gimana kalo kamu makcomblangin aku sama Eva?” tungkas Panji tanpa basa-basi
Al
masih sibuk mengunyah batagor yang baru dibelinya, kemudian menyungging senyum
tanpa dosa.
“Boleh,
imbalannya apa?” tawar Al meledek
Seketika
muka Panji menjadi merah, sedikit kesal karena Al tak benar-benar serius mau
membantunya.Afrah dan Adi hanya terdiam mendengar Al dan Pandi debat kusir
masalah cewe.
“Beb,
ntar sore jalan yukk?” Tanya viona pacar adi yang tiba-tiba muncul didepan
mereka
“Ntar
sore ada latihan bola buat lomba beb, gimana dong” sela adi yang merasa tak ada
waktu untuk berduaan
“ihh
tu kan, aku diselingkuhin sama bola” jawab Viona sedikit sewot yang merasa
dinomor duakan setelah bola
“Hahaha,
cemburu sama bola vi? Hajar aja tuh adi” kata Arfah menyerobot.
Vionapun
diam kemudian berlalu dari hadapan mereka berempat.
Halaman
yang tadinya terang, tiba-tiba menjadi kabur di matanya, nafasnya mulai naik
turun, jantungnya berdetak dengan sangat cepat, terjadi kontraksi otot di
tubuhnya dengan dasyat yang membuatnya jatuh dan tumbang, badannya kejang-kejang,
terlihat aneh, dan semua mata detik itu juga tertuju padanya.
Semua
orang yang tengah asik bermain dilapangan sontak langsung memburu sosok gadis
yang tumbang. Panji langsung mengambil alih komando membopong gadis itu. Panji sangat
cemas dan mengkhawatirkannya.
Panji
tergesa-gesa meletakkan gadis itu diruang UKS disekolahnya, dilihatnya
lekat-lekat wajah gadis itu.
“Nji
kamu dipanggil pak teguh tuh! Eva biar aku yang jagain” ucap Al tulus
“Titip
Eva ya Al” kata Panji akhirnya sambil berlalu meninggalkan ruang UKS menuju
lapangan
Eva
mulai membuka mata, dilihatnya seorang pria yang sangat dikenalinya. Teman
sekelasnya yang ia cintai dalam diamnya. Eva hanya tersenyum
“Kamu
tadi pingsan Va” kata Al mencairkan kekakuan
Eva
hanya tersenyum dan bingung. Eva mengira Al yang membawanya sampai ke UKS. Eva
semakin jatuh hati pada sosok pria yang sedari tadi menungguinya siuman
“Kamu
belum sarapan? Aku beliin makan yah?”
“Nggak
usah, aku udah nggak papa kok” kata Eva masih terlihat lemas.
November
2010…
Waktu
telah melumat peristiwa dengan cepat, tak terasa ia akan segera lulus dari masa
putih abu-abu. Al memandang gadis yang sekarang telah menjadi pujaan hatinya.
Gadis itupun tersipu malu tak menyangka cintanya selama ini tak hanya teori
indah dalam khayalnya, cintanya tak bertepuk sebelah tangan. Dan tuhan
menakdirkan mereka menjadi sebagai sepasang kekasih.
“Al,
nanti aku main kerumahmu ya? Mau ambil buku yang kemarin” sapa anggi tiba-tiba
membuyarkan pandangan Al pada kekasihnya. Al hanya mengangguk dan tersenyum
genit. Gadis yang dihadapan al berubah menjadi manyun duapuluh lima senci
sambil memonyongkan bibirnya yang merah.
“Ihh
kaka, itu siapa?” Tanya Eva menegang
“Cuman
temen dede” kata Al sedikit menggoda
“Pokoknya
ade nggak suka kaka deket-deket sama cewe lain selain ade” kata Eva lagi
“Kan
Cuma temen de, cemburu ya?”
“Ade
nggak suka ya nggak suka, kaka harus janji sama ade. Kalau kaka nggak akan
deket-deket ke cewe lain selain ade” tambah Eva jelas.
Al
hanya tersenyum melihat tinggah pacarnya yang cemburuan. Al tak menyangka gadis
yang dulu disukai temannya kini malah menjadi pacarnya sendiri.
“Al
kamu tega ya, makan temen sendiri” teriak Panji penuh emosi
“Memangnya
ada apa?”
“Nggak
usah sok polos deh. Kamu pacaran kan sama Eva?” Tanya Panji lagi dengan nada
lebih keras
“Kalo
iya kenapa?” jawab Al menantang
“Kamu
tau kan dari dulu aku naksir sama Eva? Tapi kenapa malah kamu embat?” suara
Panji makin lantang
“Tapi
kenapa kamu nggak berani nembak dia?” tantang Al kemudian
Panji
tak menjawab dan kemudian pergi meninggalkan Al. panji merasa sahabat
terbaiknya telah mengkianatinya. Al tak sedikitpun pernah berfikir untuk
meminta maaf pada Panji. Sejak saat itu, Al mulai jauh dari ketiga sahabat
karibnya. Al berusaha menyapa ketiga sahabatnya saat di ruang Osis tapi entah
karena apa mereka bertiga pergi saat Al berusaha mendekat.
“Cinta
memang kadang membuat kita lupa diri. Nggak peduli akan menyakiti siapa dan
nggak peduli siapa yang akan tersakiti karena kita. Cinta selalu bisa membuat
orang lupa daratan.” Tutur Arfah yang sedang duduk dipinggir jalan bersama
Panji dan Adi
“Cinta
kadang membuat kita lupa, bahwa persahabatan jauh diatas segalanya. Tapi kadang
orang lebih mengutamakan cinta ketimbang perasaan temannya” sambung Adi ikut
menimpali
“Apa
dia benar-benar nggak tau kalau aku sangat mencintai Eva, aku cuma sedang
mengumpulkan keberanian dan nunggu waktu yang tepat untuk mengutarakan
perasaanku. Tapi Al…” ungkap Panji jujur dan menarik nafas kemudian melanjutkan
perkataannya
“Nggak
nyangka Al bakal nusuk sahabatnya sendiri dari belakang”
“Apa
perlu kita buat perhitungan sama Al” usul Arfah merasa hatinya ikut terkhianati
“Nggak
perlu, buat apa? Biarkan dia menikmati percintaannya” tutup Panji sebelum
mereka benar-benar pulang kerumah masing-masing.
Yogyakarta
2011…
Panji
kini kuliah dii Yogyakarta, dan sibuk dengan persiapan seleksi untuk masuk tim
sepakbola. Dia merapikan kaosnya dan tersenyum simpul didepan cermin.
“Ternyata
aku cukup keren” batinnya sambil masih tersenyum lebar
Panji
tiba-tiba teringat ketiga sahabatnya, dulu Al, Arfah, dan Adi setiap sora
selalu bersama main sepak bola dan selalu menjadi Tim kebanggaan disekolahnya
untuk mewakili perlombaan persahabatan antar SMA. Tapi kini, Panji hanya
tersenyum kecut mengingat akhir persahabatan mereka.
Panji
mengendarai sepeda motornya dengan dihantui wajah ketiga sahabatnya yang sangat
ia sayangi, terutama Al. Panji menganggap Al sudah seperti adiknya sendiri
ketimbang sahabatnya yang lain. Tapi entah karena apa, Al begitu tega
menikamnya dari sudut yang tak pernah disangkanya.
Sebuah
truk pengangkut kayu glondongan secara tak sengaja menyengkol motor yang
dikendarai Panji. Seketika jalanan manjadi riuh, dan Panji segera dilarikan ke
Rumah sakit. Kakinya lumpuh, dan cita-citanya menjadi pemain bola harus ia
pendam sendiri. Ia merasa miris mengingat semua kisah hidupnya, ia pernah
kehilangan sahabatnya, kini Panji kehilangan semua mimpinya.
Purwokerto,
2011..
Kaki
Al tersandung meja saat akan mengambil air putih dilemari pendingin. Gelas yang
dipegangnya jatuh dan pecah. Kakinya berdarah, tiba-tiba perasaannya menjadi
tak enak. Seketika wajah sahabat-sahabatnya muncul melintasi pikirannya. Panji,
Arfah, Adi. Al merasa sesuatu terjadi pada salah satu dari mereka. Al rindu saat-saat
bersama mereka, Al rindu saat dulu harus saling menunggu satu sama lain saat
akan sholat dzukur disekolah, Al rindu bertengar hanya karena masalah duit dan
cewe, Al rindu saat-saat tongkrongan diruang Osis. Al sangat rindu pada mereka
bertiga, Al menyesal tak mengucap maaf pada mereka yang sekarang tak tau
kabarnya dan entah dimana mereka. Setelah lulus sekolah, mereka bertiga seperti
ditelan bumi. Al tidak tahu menahu soal keberadaan mereka. Jauh dilubuk hatinya
Al kecewa karena mereka tak mau mengerti perasaan Al yang sesungguhnya.
Al
ingin memperbaiki sesuatu, tapi ia tak tau apa yang harus diperbaiki. Apa salah
jika sekarang Eva menjadi kekasihnya? Bukankah cinta tak pernah salah. Lalu
kenapa mereka bertiga menjauh dari Al? apa hubungan Al dengan Eva melukai hati
ketiga sahabatnya? Tapi Al tak ada maksud untuk itu, ia hanya mengikuti apa
kata hatinya, hatinya ternyata memilih Eva dan Evapun mempunyai hal yang sama
layaknya Al mencintai Eva.
Bandung,
2011…
Arfah
berlari-lari kecil menuju kelasnya, ia tersungkur jatuh ketika menabrak seorang
yang badannya lebih besar darinya. Kakinya terkilir dan membuatnya susah
berjalan. Ia hanya bisa meringis dan dengan tampang yang polos masuk kedalam
kelas tanpa dosa.
Ia
membuka buku dan menjatuhkan sesuatu, Arfah jongkok dan mengambilnya. Ia
tersenyum melihat foto yang dulu diambil setelah menang lomba persahabatan
antar sekolah. Ia memandangi wajah polos ketiga sahabatnya. Panji, Al, Adi.
Dipandanginya lekat-lekat dan kemudian wajahnya menjadi murung.
Ia
tak menyangka akhir kisah putih abu-abunya tak mengenakan. Ia merasa menyesal
dulu telah mendiamkan Al. bukan salah Al jika ia jatuh cinta pada gadis yang
disukai sahabatnya sendiri. Pada kenyataannya memang Panji tak berani
mengungkapkan isi hatinya. Tidak salah jika ternyata Eva juga punya rasa yang
sama terhadap Al.
Bukankah
harusnya Panji senang karena Eva tak jatuh pada pria lain? Tapi kenapa saat itu
dia, Panji dan Adi tak cepat dewasa dan malah menyalahkan Al? apa salah jika
sebenarnya mereka betiga terluka dengan sikap Al yang mengkhianati sahabatnya
sendiri? Arfah sekali lagi hanya menggelengkan kepala tak menyangka semua ini
terjadi begitu nyata yang membuatnya pisah dari persahabatan yang dulu terlihat
paling kompak disekolah.
Jakarta,2011…
“Bengong
mulu, kenapa beb?” Tanya viona pada kekasihnya
“Perasaanku
nggak enak beb, aku keinget sama Panji, Al, dan Arfah. Dimana mereka sekarang
ya?”
“Udah
hubungin mereka beb?”
“Sejak
lulus, kita loss-kontak. Terakhir Cuma denger kabar Arfah. Panji sama Al apa
kabar ya?” jawab adi sedikit sedih
Adi
dan Viona pasangan yang awet. Walau Viona masih tetap cemburuan sama bola. Ia
juga rindu sama ketiga sahabatnya, terutama Al. Adi sedikit menyesal saat-saat
terakhir kelulusan sempat jauhan sama Al gara-gara masalah cewe. Kenapa harus
ada yang merasa tesakiti pada hubungan Al dan Eva. Bukankah wajar dan menjadi
lumrah kalau setiap orang jatuh cinta? Tapi kenapa waktu itu perasaannya
mengatakan kalau ia dihianati sahabatnya sendiri? Ah, lagi-lagi cinta selalu
membuat kita hilang akal. Tak bisa membedakan mana yang baik dan buruk, mana
yang salah dan mana yang benar. Sebenarnya ini bukan masalah siapa yang salah,
ini Cuma perasaan yang merasa dikhianati. Adi hanya berharap semoga tak ada
lagi yang merasa sakit dengan hubungan Al dan Eva seperti persaannya dulu,
Arfah, dan Panji yang merasa disakiti…
Angin
sorepun menerbangkan daun-daun kering dan kisah masa sekolah yang belum
terselesaikan. Mereka berempat harusnya kembali untuk menyelesaikan kisah yang
tertunda dan menamatkan persahabatan keempat pria pemain sepak bola kebanggaan
sekolah. Mereka semua lupa bagaimana caranya membekukan sebuah kenangan. Dan
mereka tak tau bahwa didalam persahabatan pasti akan ada ujian. Mereka tak tau
bahwa gelombang dilaut selalu menghalau setiap kapal yang melewatinya. Bahwa
hidup adalah sebuah ujian. Rasanya ada
ikatan takdir yang ditulis hanya samapai persahabatan.
aduuhhh yg ini bkin ketawa hee
BalasHapusal eva
Hapus